DUA bulan
sudah DPRD Mimika kembali diaktifkan oleh Pemerintah melalui Gubernur Papua,
Lukas Enembe. Begitu diaktifkan kembali, DPRD langsung disibukkan dengan sangat
banyaknya agenda pemerintahan yang selama ini tidak jalan karena memang harus
dibahas bersama legeslatif. Mau tidak mau DPRD harus menyesuaikan dengan waktu
yang ada.
Sampai
pada pertengahan Oktober ini, sejumlah Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)
sudah ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (Perda). Salah satunya Perda tentang
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah - Perubahan (APBD-P) tahun 2017. Karena
pentingnya penetapan APBD-P ini, DPRD seakan dipaksa harus membahas dan
mensahkannya, hanya dengan melihat data dan angka-angka yang disodorkan
eksekutif, tanpa membandingkan secara nyata dan fakta apa yang sesungguhnya
terjadi di lapangan. Karena memang DPRD tidak memiliki waktu yang cukup untuk
turun langsung ke lapangan, melihat, mengecek dengan mata kepala sendiri dan
mengevaluasi hasil-hasil pembangunan yang sudah dilakukan menggunakan APBD
2017. Hanya ada beberapa kegiatan turun lapangan yang dilakukan DPRD tapi hasilnya
masih terbatas dan minim.
Apa pun
permasalahannya, roda pemerintahan dan pembangunan di Kabupaten Mimika harus
terus berjalan. Soal terjadi defisit pada APBD 2017 kurang lebih Rp 800 miliar,
menjadi tugas dan tanggung jawab eksekutif untuk mencari solusi mengatasinya.
Bila angka difisit ini tidak bisa diatasi, maka patut dikatakan Pemkab Mimika
gagal total. Gagal dalam perencanaan, gagal dalam merealisasikan, gagal dalam
mengantisipasi dan gagal dalam mencari solusi mengatasinya. Inilah dampak
terburuk dari rusaknya hubungan eksekutif dan legeslatif yang dengan sadar
diciptakan dan dipelihara. Tanpa peduli masyarakat yang selama ini setia
membayar pajak, retribusi dan lainnya menjadi korban.
Sekarang
waktu yang tersisa di tahun 2017 ini hanya dua bulan setengah. Mungkinkah semua
program pembangunan dalam APBD 2017 akan selesaikan dikerjakan sebelum akhir
Desember? Apa lagi program pembangunan yang secara fisik pelaksanaan tahapannya
membutuhkan waktu agar kualitasnya sesuai standar. Apakah harus dipaksakan asal
kerja, asal jadi, asal selesai tepat waktu, asal dibayar, tanpa memperhatikan
kualitasnya?
Menjadi
tugas DPRD Mimika untuk melakukan pengawasan terhadap semua program pembangunan
menggunakan dana APBD dan APBD-P tahun 2017. Semua proyek yang dilaksanakan
Pemkab Mimika melalui SKPD harus dipantau, ditelusuri keberadaannya, secara
fisik ada atau tiada, volumenya, siapa kontraktor pelaksananya, realisasinya
saat ini, dan apakah memungkinkan untuk selesai pada akhir Desember 2017?
Fungsi pengawasan DPRD ini tidak hanya berlaku untuk wilayah Kota Timika dan
sekitarnya, tapi harus menjangkau sampai ke kampung-kampung pedalaman. Termasuk
pelaksanaan dana desa (DD) yang pada tahun-tahun sebelumnya tidak ada
pembangunan fisik, tapi anggarannya habis 100 persen.
DPRD juga
harus mengawasi apa yang akan dilakukan Pemkab Mimika agar bisa menutup difisit
anggaran pada APBD 2017. Apa bentuknya? Bagaimana cara melakukannya? Siapa yang
melakukannya? Bagaimana peluang keberhasilannya? Jangan sampai terjadi kegiatan
itu hanya bunglon dan justru semakin memperbesar disfisit.
Berkaitan
dengan masalah difisit APBD ini, sangatlah layak DPRD Mimika membedah secara
terbuka dengan Pemkab Mimika dan SKPD terkait, apakah semua potensi pemasukan
atau pendapatan daerah ini sudah dimaksimalkan? Atau masih ada potensi-potensi
pajak, retribusi, hasil kekayaan daerah lainnya yang belum dikelola dengan baik
dan benar. Bukankan selama ini yang terjadi, karena merasa ada PT Freeport
Indonesia (PTFI) lalu, potensi-potensi yang ada dibiarkan mengendap begitu
saja.
Disisi
lain, perkembangan kemajuan pembangunan di Kabupaten Mimika yang tiap tahun
rata-rata dengan APBD diatas Rp 2 Triliun belum memuaskan. Masyarakat Mimika
masih bertanya-tanya, dana sebesar itu dikemanakan? Memang bisa dibandingkan
dengan sejumlah kabupaten tetangga, Mimika terlihat lebih maju, tapi harusnya
bertanya berapa besar APBD kabupaten tersebut? Apakah sama dengan APBD Mimika
yang sering disebut-sebut sebagai yang tertinggi di Papua? Lalu bagaimana
membandingkan pembangunan di Kabupaten Mimika dengan Pemkot Jayapura yang nilai
APBD tiap tahun belum mencapai Rp 1,5 Triliuan. Apakah Mimika lebih maju, lebih
baik dibanding Kota Jayapura? Silahkan dijawab sendiri. Satu hal yang
dirindukan masyarakat Mimika saat ini adalah eksekutif dan legeslatif harus
menjalankan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya sesuai Undang-Undang tentang Pemerintahan
Daerah untuk memastikan roda pemerintahan dan pembangunan berjalan sebagaimana
mestinya sehingga hasilnya bisa dinikmati masyarakat. (yulius lopo)
0 komentar:
Post a Comment