Tokoh agama di Provinsi Papua Pdt Albert Yoku (kanan) dan Ketua Pemuda Adat Papua Yan Christian Arebo saat memberikan keterangan pers di Kota Jayapura.(Foto-Antara) |
SAPA
(JAYAPURA) - Tokoh agama di Provinsi Papua Pdt Alberth
Yoku berpendapat bahwa pemekaran bisa mempercepat pembangunan dan mendatangkan
kesejahteraan, bukan sebaliknya sebagaimana digaungkan oleh pihak yang
menentang hal itu.
"Pemekaran itu bisa mempercepat
pembangunan dan mendatangkan kesejahteraan. Tentunya ada kajian atau pendekatan
terkait pemekaran, bisa soal geografis ataupun soal aturan yang berlaku,"
katanya di Kota Jayapura, Papua, Selasa.
Menurut dia, seharusnya para pemangku
kepentingan di Bumi Cenderawasih menyambut baik atau mengapresiasi bahwa Papua
mendapat perhatian lebih dari daerah lain lewat pemekaran.
Pdt Alberth, yang didampingi Ketua Pemuda Adat
Papua Yan Christian Arebo, menyatakan tidak seharusnya muncul tanggapan negatif
atau miring bahwa Tim 61 tidak mempunyai
kredibilitas.
"Kami adalah Tim 61 yang resmi diundang
oleh negara melalui Kepresidenan. Kami juga bertemu dengan LIPI dan Jaringan
Damai Papua, kemudian ke Istana. Tim ini bukan abal-abal, dan tokoh-tokohnya
juga dari pihak agama di Papua, termasuk dari tokoh Muslim, Bupati Puncak Jaya,
ada juga dari Papua Barat yang juga tokoh-tokoh, perwakilan dari 7 wilayah
adat," katanya
Menurut dia, sejumlah pernyataan oknum yang
muncul di publik bukanlah pernyataan resmi dari lembaga yang dipimpinnya,
karena hal itu kontraproduktif dengan kebijakan pemerintah pusat yang ingin
Papua lebih maju atau sejajar dengan daerah lainnya di Indonesia.
"Jadi, pernyataan mereka menyebut kami
tidak representatif saat bertemu Presiden Jokowi, itu adalah pernyataan pribadi
bukan lembaga. Saya sebagai ketua tim menyatakan bahwa apa yang Tim 61
bicarakan di Istana, itu adalah amanat negara. Jadi siapapun di tanah Papua
ini, wajib melakukan yang diinstruksikan itu," katanya.
Mantan Ketua Sinode GKI Di Tanah Papua itu
menegaskan bahwa pemekaran untuk Papua sebenarnya sudah tertuang dalam UU Nomor
39 tahun 1999, kala itu Papua bernama Irian Jawa.
"Saat itu, Irian Jaya telah dibagi dalam
beberapa daerah dan bukan karena kasus belakangan ini terjadi di Papua, tetapi
dasarnya sudah ada sejak lama, kemudian terjadi moratorium. Jadi, wacana
pemekaran ini sudah lama, bukan baru. Kami hanya ingin melanjutkan saja,"
kata Alberth
Dia menduga bahwa pihak-pihak yang menuding
Tim 61 adalah pihak yang tidak mendukung kebijakan pemerintah pusat, maka
status mereka dalam memberikan pernyataan di publik patut dipertanyakan.
"Kalau sebagai warga negara, seharusnya
tunduk dan patuh kepada kebijakan yang dikeluarkan bukan, sebaliknya menuduh
yang bukan-bukan. Kalau menentang, nah ini patut dipertanyakan, apakah dia
warga negara yang baik, atau ada semangat lainnya," katanya.
Beberapa waktu lalu Tim 61 bertemu dengan
Presiden Jokowi di Istana Negara dan momentum itu dimanfaatkan agar pemerintah
pusat memperhatikan Papua, salah satunya adalah minta pemekaran dan pemberian
lahan untuk pembangunan Istana di provinsi paling timur Indonesia itu. (Antara)
0 komentar:
Post a Comment