SAPA
(JAKARTA) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga meminta anggota Pusat
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Lampung
Timur yang diduga melakukan kekerasan seksual kepada anak segera dipecat dan
ditindak tegas sesuai peraturan dan perundang-undang yang berlaku.
"Kami meminta aparat penegak hukum
setempat mengusut kasus ini hingga tuntas dan tidak segan-segan memberikan
hukuman seberat-beratnya kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak,"
kata Bintang melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin.Bintang juga
meminta Bupati Lampung Timur Zaiful Bokhari untuk segera menonaktifkan pelaku
dari P2TP2A Lampung Timur karena diduga melakukan perkosaan kepada anak korban
kekerasan seksual yang seharusnya dia lindungi.
Menurut Bintang, sebagai anggota P2TP2A
Lampung Timur yang seharusnya melindungi korban, pelaku bisa diancam dengan
pemberatan hukuman sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak.
Namun, penjatuhan pidana sepenuhnya menjadi kewenangan penegak hukum.
"Pelaku bisa dijerat dengan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak sebagai Undang-Undang," tuturnya.
Menurut Pasal 81 Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2016, ancaman hukuman pidana kepada pelaku kejahatan seksual anak diperberat
dengan ditambah sepertiga dari ancaman pidananya atau maksimal 20 tahun bila
pelaku merupakan aparat yang menangani pelindungan anak.
Pemberatan hukuman juga dapat berupa pidana
tambahan dalam bentuk pengumuman identitas pelaku, tindakan kebiri kimia, dan
pemasangan alat pendeteksi elektronik.
"Saya sangat menyesalkan kasus ini
terjadi dan dilakukan terlapor yang merupakan anggota lembaga masyarakat yang
dipercaya dan sebagai mitra pemerintah dalam menangani kasus kekerasan terhadap
perempuan dan anak," katanya.
Menurut Bintang, P2TP2A juga merupakan lembaga
yang dipercaya sebagai rumah aman bagi perempuan dan anak korban kekerasan
seksual.
KPAI kecam
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
mengecam keras kasus pemerkosaan terhadap anak korban kekerasan seksual yang
diduga dilakukan oleh Kepala UPT Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan
dan Anak (P2TP2A) Lampung Timur berinisial DA.
"KPAI mengecam perbuatan ini. Karena
rumah aman itu kan harusnya tempat yang aman dan nyaman," kata Komisioner
KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti melalui sambungan telepon dengan ANTARA
di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan sebagai sebuah lembaga
perlindungan anak dan perempuan, P2TP2A seharusnya memberikan perlindungan
kepada anak dan perempuan yang mengalami kekerasan. "Dia di situ kan
dititipkan karena dia korban pemerkosaan. Lalu dia dititipkan di sana adalah
untuk mendapatkan pemulihan, rehabilitasi, baik secara psikologis maupun
mungkin saja secara fisik, ada sesuatu akibat perkosaan. Kemudian secara fisik
mungkin dia juga luka. Itu kan ada pemulihan dari sisi kesehatan," katanya.
Tapi, sebaliknya korban anak tersebut malah
mendapat aksi kekerasan berikutnya dari orang yang seharusnya memberikan
perlindungan di rumah aman P2TP2A tersebut.
"Yang terjadi orang yang harusnya
melindungi, rumah aman yang harusnya aman. Kemudian pejabat yang harusnya
peduli pada perlindungan anak dan melindungi anak, itu justru menjadi pelaku.
Tentu saja kami mengecam," ujarnya.
Kemudian, selain mengecam, KPAI juga mendorong
agar pelaku dihukum secara setimpal sesuai peraturan perundangan dan diberikan
pemberatan hukuman karena pelaku adalah orang yang seharusnya memberikan
perlindungan terhadap anak. "Karena dia adalah orang yang harusnya
melindungi anak, tetapi menjadi pelaku. Menurut kami harusnya ada pemberatan
hukuman. Kalau dalam undang-undang perlindungan anak kan pelaku yang merupakan
orang terdekat korban itu orang yang mendapat tambahan sepertiga hukuman,
pemberatan namanya. Bagi kami yang bersangkutan layak untuk diperberat
sepertiga hukuman, sebagaimana ketentuan di dalam undang-undang perlindungan
anak. Pemberatan itu diatur," ujar dia lebih rinci.
Berikutnya, Retno juga mengatakan jika terduga
adalah seorang ASN, maka pelaku seharusnya dikenakan hukuman sesuai PP Nomor 53
Tahun 2010 tentang disiplin PNS.
"Berarti seharusnya (kalau dia PNS), dia
dinonaktifkan dulu. Kemudian dia mengikuti proses hukumnya. Nanti kalau hukum
sudah inkrah, keputusannya, dia dihukum di atas 4 tahun, maka yang bersangkutan
dipecat dari PNS menurut ketentuan PP 53. Jadi bisa dipecat kalau hukuman
pidananya lebih dari 4 tahun," katanya.
"Itu yang kami dorong. Jadi kami
mengecam, kedua kami mendorong proses hukum ini. Ketiga dihukum setimpal ya,
sesuai proses perundangan, ada pemberatan hukuman tadi," demikian kata
Retno lebih lanjut. (Antara)
0 komentar:
Posting Komentar