Analis Kesehatan RSUP Wahidin Sudirohusodo saat mengatur sampel untuk spesimen COVID-19 warga Sulsel di Makassar. (Foto-Antara) |
SAPA
(MAKASSAR) - Pakar Epideomologi Universitas Hasanuddin,
Prof Ridwan Amiruddin menyatakan bahwa Sulawesi Selatan sedang berada pada
posisi darurat COVID-19 karena positif rate (PR) terhadap pemeriksaan spesimen
di Sulsel mencapai sekitar 14 persen, bahkan di atas PR nasional yang hanya 12
persen.
"Angka ini tiga kali lipat dari standar
PR terkendali secara nasional terhadap COVID-19 yang harusnya di bawah 5
persen. Kondisi ini adalah alarm darurat kesehatan masyarakat yang serius untuk
ditindaklanjuti, tingkat positif rate Sulsel sudah tiga kali lebih besar dari standar
nasional yang dipersyaratkan sebagai terkendalinya COVID-19," papar Prof
Ridwan di Makassar, Rabu.
Ia mengatakan standar terkendalinya COVID-19
di suatu wilayah dari paramater surveilans harus dilihat dari tingkat positif
rate spesimen yang diperiksa dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).
Tingginya PR ini indikasi terhadap tingkat
penularan COVID-19 di masyarakat melalui transmisi lokal atau penularan
komunitas dengan sumber penularan yang sudah tidak jelas dan tidak mengklaster,
sehingga dalam perkembangan penegakan diagnosis, termasuk COVID-19 menjadi
sangat penting.
"Semakin cepat pemeriksaan dilaksanakan,
semakin cepat pula diagnosis ditegakkan agar penularan lebih cepat
terkendali," ujar Prof Ridwan yang juga Ketua Tim Konsultan Gugus Tugas Percepatan
Penanganan COVID-19 Sulsel.
Dengan testing yang dilakukan secara agresif
mampu memberi kontribusi terhadap landainya kurva pandemi secara bermakna.
"Jadi bila kita menginginkan pandemi ini cepat selesai, lakukan testing
untuk memastikan anda bukan penyebar COVID-19 atau tertular COVID-19, karena
sesungguhnya virus corona ini diawali dengan testing dan berakhir dengan
testing," paparnya.
Jadi, dorongan untuk meningkatkan cakupan
testing minimal 1 persen dari seluruh populasi terus digaungkan untuk
memisahkan penderita COVID-19 maupun warga yang sehat tanpa virus corona.
Prof Ridwan menyebutkan bahwa saat ini Sulsel
harus memeriksakan 1 persen dari jumlah populasinya, yakni sekitar 80.000
pemeriksaan PCR. Sementara pemeriksaan PCR di Sulsel baru hampir 55.000 atau
setara dengan 60 persen.
Oleh karena itu, menurutnya, upaya maksimal
pada situasi ini harusnya dengan memperketat implementasi protokol kesehatan di
seluruh wilayah, pembatasan pergerakan, dukungan sarana penegakan protokol
kesehatan harus menjadi perhatian seluruh pemerintah daerah
Selain itu, menerapkan protokol kesehatan
dengan konsepsi adaptasi kebiasaan baru tetap menjadi prioritas. Apalagi, Badan
Kesehatan Dunia atau WHO telah merilis bahwa penyebaran COVID-19 juga bisa
terjadi melalui udara. Beberapa studi menunjukkan bahwa COVID-19 mampu
bertransmisi dan bisa melayang atau mengambang 12 jam di udara.
"Ini ada bukti penularannya, misal di
restoran ketika dari meja satu ke meja lain, adanya AC sentral di ruangan dan
tidak memiliki sirkulasi udara. Semakin nyaman ruangannya, virusnya juga
semakin meningkat. Sekarang penyebaran virusnya sudah seperti TB,"
katanya.
Oleh karena itu, Prof Ridwan meminta
masyarakat memberikan kepercayaan kepada pemerintah untuk bisa mengawal
pencegahan penyebaran COVID-19 di Sulsel.
"Seharusnya masyarakat sekarang
memperbaiki pola pikir, berhenti saling menyalahkan dan mengeluh, ini
kedaruratan masyarakat yang belum menjelaskan pemberhentiannya," katanya.
Jumlah kasus COVID-19 per 15 Juli 2020 di
Sulsel, ada penambahan kasus positif 160 orang, sehingga total kasus mencapai
7.460 orang, 251 diantaranya meninggal dunia. Sementara pasien sembuh 3.275
dengan penambahan hari ini 113 orang.
"Kurva di Indonesia masih akan tinggi,
termasuk Sulsel, jadi harus saling mendukung dan optimistis bahwa kita sanggup
keluar dari masalah ini," pungkasnya. (Antara)
0 komentar:
Posting Komentar