![]() |
Pilot dan salah seorang warga menaiki barang-barang yang dibawa oleh Tim Dinkes Kesehatan ke Helikopter. (Antara) |
SAPA
(JAYAPURA) - Suku Korowai adalah suku yang baru
ditemukan keberadaannya sekitar 30 tahun silam di pedalaman Papua. Suku
terasing ini hidup di rumah yang dibangun di atas pohon. Namanya, rumah tinggi.
Beberapa rumah mereka bahkan bisa mencapai
ketinggian sampai 50 meter dari permukaan tanah. Suku Korowai adalah salah satu
suku di daratan Papua yang tidak menggunakan koteka. Kini warga Korowai sudah
jarang membangun rumahnya di atas pohon. Kebanyakan warga di wilayah ini jarang
mengenakan koteka, mereka mengenakan pakaian, layaknya orang di kota.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Papua terus
berupaya menjaga agar warganya tetap sehat, sembuh dari COVID-19. Salah satu
upaya yang dilakukan adalah tes cepat corona.
Tes cepat COVID-19 atau lebih dikenal dengan
sebutan rapid test ini gencar dilakukan oleh Dinkes Papua, nyaris di seantero
wilayah paling timur itu, baik di perkantoran, sekolah, karyawan swasta bahkan
sampai ke kabupaten-kabupaten di daerah tersebut agar warga tetap sehat, sembuh
dan bebas dari corona.
Sesuai data yang diperoleh dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Boven Digoel, bahwa ada 17 kasus COVID-19 dan mereka
menyebutnya semua dari Kampung Kawe, Distrik Kawinggon, Kabupaten Pegunungan
Bintang. Tak hanya Kawe, banyak kampung di distrik ini. Kawe dan sejumlah
kampung lainnya termasuk salah satu wilayah suku Korowai.
Ketika Dinkes Papua mendapat data dari Dinkes
Kabupaten Boven Digoel, Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal memerintahkan Kepala
Dinas Kesehatan Papua, Dr Robby Kayame agar menurunkan tim ke Kampung Kawe
untuk melakukan tes cepat COVID-19 guna membuktikan kebenaran data tersebut.
Apabila ada warga positif COVID-19, diberi
obat agar daya tahan tubuhnya kuat sehingga cepat sembuh dari cengkraman virus
asal Wuhan, Cina itu.
Datangi
lokasi
Pada Rabu (24/6) tim Dinkes Papua berangkat
dengan menggunakan pesawat Alda Air jenis Caravan dari Jayapura menuju
Kabupaten Boven Digoel.
Keesokan harinya, Kamis (25/6) tim melanjutkan
perjalanan dengan menggunakan helikopter dari Boven Digoel menuju mining 33
salah lokasi penambangan rakyat di Distrik Kawinggon, Kabupaten Pegunungan
Bintang.
Perjalanan dari Boven Digoel ke mining 33
memakan waktu kurang lebih satu jam perjalanan. Mining 33 adalah salah satu
dari sekian lokasi penambangan emas di distrik tersebut. Beberapa tempat
penambangan itu diisukan banyak yang reaktif COVID-19."Terkait dengan
wabah COVID-19 yang menjadi persoalan di dunia, kami di Korowai, sub suku
terkecil dari Sanggaup, kalau memang pemerintah mengatakan bahwa Korowai ini
terinfeksi corona, kami masyarakat keberatan dengan isu itu," kata Nikus
Klaru, salah satu warga suku Senggaup kepada tim, saat tiba di mining 33.
Mayoritas masyarakat Suku Korowai, Komban dan
Wambon di daerah itu merasa keberatan dengan ucapan-ucapan atau sebutan-sebutan
bahwa mereka sebagai orang yang terpapar COVID-19.
"Kami minta harus ada bukti yang
akuntabel dan menyatakan bahwa itu positif COVID-19 dan daerah Korowai menjadi
zona merah COVID-19," ujar Nikus Klaru lagi.
Namun, kata Nikus, sepanjang belum ada bukti
yang valid, jangan dikatakan bahwa daerah Korowai adalah zona merah COVID-19.
Pemilik dusun wilayah mining 33 juga membantah
daerahnya disebut-sebut masuk zona merah COVID-19.
Ben Yarik, pemilik dusun mining 33 mengatakan
pemerintah menyatakan Korowai terpapar corona, berarti di tempat tambang juga
corona, itu tidak benar.
"Kami tidak tahu soal COVID-19, mungkin
lebih bagus dibuktikan dengan data, kalau tidak terbukti maaf jangan disebut
sebagai tempat corona," katanya.Tes cepat COVID-19 dilakukan untuk
membuktikan bantahan itu bisa dipertanggungjawabkan. Tim Dinas Kesehatan Papua
yang terjun ke lokasi membuktikannya dengan melakukan tes cepat terhadap
penambang.
Tes cepat COVID-19 terhadap penambang itu
dilakukan selama lima hari yakni sejak Jumat-Selasa (26-30/6). Warga tampak
berbondong-bondong datang untuk dites. Warga yang datang mulai dari pemuda,
orang tua lanjut usia (lansia) hingga anak-anak, baik perempuan maupun laki-laki.
Mereka datang dari beberapa lokasi yang
berdekatan dengan wilayah miring 33 di antaranya Danowage, miring 99, rumah
empat, danokit, mining 96, Kali Feri, Kali Dawe, Abuwage, Waliguru dan
Burukmakot.
Tes cepat dilakukan sejak pagi, siang hingga
malam hari. Bermodalkan senter di kepala tim melanjutkan tes cepat COVID-19
terhadap warga yang datang di malam hari.
Selama lima hari, tim mencatat sebanyak 250
warga penambang emas yang mengikuti tes cepat corona. Dari jumlah itu, hanya
empat orang yang reaktif. Tes cepat itu dilakukan sebagai salah satu upaya oleh
Dinas Kesehatan Papua untuk membuktikan isu Korowai masuk zona merah
COVID-19.Kepala Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2P) Dinkes
Provinsi Papua, dr Aaron Rumainum, selaku ketua tim mengatakan, tes cepat itu
dilakukan sebagai upaya Dinas Kesehatan Papua untuk membuktikan informasi yang
diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Boven Digoel bahwa daerah itu termasuk
zona merah penyebaran virus corona.
Sesuai data dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Boven Digoel, bahwa ada 17 kasus COVID-19 dan mereka menyebutnya semua dari
Kampung Kawe.Imun tubuh kuat
Aaron mengatakan Kampung Kawe mempunyai banyak
lokasi penambangan rakyat, harusnya disebutkan secara rinci mining berapa,
karena Kawe mempunyai beberapa tempat yaitu Pisang-pisang yang merupakan lokasi
persinggahan para penambang.
Setelah singgah, para penambang ini akan
tersebar di banyak tempat di wilayah yang diapit oleh empat kabupaten yakni
Kabupaten Pegunungan Bintang, Yahukimo, Asmat dan Boven Digoel ini.
"Jadi, ke depan alangkah baiknya kita
menyebutkan lokasinya atau penambangan mana, tapi Kawe dan Pisang-pisang itu
tempat persinggahan," ujarnya.
Dari tes yang dilakukan, tim mengklaim
penyebaran corona di daerah ini agak susah dideteksi karena penambang
sehari-hari bekerja di bawah terik panas matahari.
Panas matahari memberi tambahan vitamin D.
Selain itu, kebanyakan penambang tidur di ruang terbuka, tidak tertutup. Ada
kamp tetapi udara masuk dari mana-mana.
"Karena mereka bekerja di bawah panas
matahari, maka susah terkena corona. Walaupun terpapar COVID-19, mereka tidak
akan mati. Kalau dikatakan pusat COVID-19 tidak bisa karena mereka kebal
sekali, fisik mereka lebih kuat," ujar dokter Aaron Rumainum.
Berdasarkan tes yang dilakukan,wilayah Korowai
sulit dikategorikan sebagai salah satu zona merah penyebaran COVID-19. Warga di
wilayah ini bebas dari corona, walaupun terpapar mereka tidak akan mati karena
imun tubuhnya kuat. (Antara)
0 komentar:
Posting Komentar