![]() |
Aksi penolakan vaksinasi oleh karyawan PTFI (Foto:Istimewa) |
SAPA (TIMIKA) – Vice President Corporate Communication PTFI, Riza Pratama mengaku bahwa benar 33 Karyawan PT. Freeport Indonesia (PTFI) telah di-PHK.
“Setahu saya begitu ya. Setahu saya itu determinasi, karena
memang mereka mengganggu atau melanggar jalannya operasi. Saya belum melihat
datanya lagi apakah di antara mereka ada yang merupakan privatisasi atau
kontraktor. Tetap saja, baik dia karyawan langsung atau karyawan tidak
langsung, kalau mereka melakukan pelanggaran, ya tetap ada konsekuensinya,”
kata Riza saat dihubungi Salam Papua, Kamis (15/7/2021).
Menurut dia, kemungkinan karyawan-karyawan terkait telah
beberapa kali melakukan pelanggaran untuk hal yang sama.
“Setahu saya ya sudah di-PHK,” tuturnya menegaskan.
Namun dijelaskan bahwa PHK itu bukan lantaran menolak untuk
divaksin, tetapi karena karyawan itu melakukan pemalangan.
Padahal sebenarnya manajemen tidak mengharuskan karyawan
untuk ikut divaksin, tapi manajemen hanya menganjurkan, dalam hal ini karyawan
terkait boleh tidak untuk divaksin walaupun perusahaan menganjurkan.
“Kemudian para karyawan itu melakukan pemalangan yang
mengganggu operasi dan itu gak benar. Saat ini bukan hanya PTFI saja, tapi ada
Pemerintah juga di belakangnya. Berarti pemalangan itu mengganggu penerimaan
negara. Makanya saat itu mereka dibubarkan polisi, karena seharusnya bukan
begitu caranya. Kita tidak memaksa mereka untuk divaksin,” ujarnya.
Sementara Wakil Ketua Komisi C DPRD Mimika, Martinus Walilo
menyampaikan bahwa saat mendatangi DPRD, puluhan karyawan tersebut belum
menunjukan bentuk fisik surat PHK dengan alasan sementara disiapkan. Namun,
mereka telah menyerahkan nama-nama yang di-PHK serta bukti foto beberapa
karyawan yang dalam kondisi babak-belur akibat dianiaya.
Melihat bukti foto-foto penganiayaan, ia pun menilai bahwa
itu merupakan suatu pelanggaran HAM. PHK juga sebenarnya tidak terjadi, karena
sama dengan memutus mata pencaharian guna menopang kehidupan keluarga. Apalagi,
di antara karyawan-karyawan tersebut merupakan OAP yang punya hak hidup di atas
tanahnya sendiri.
“Itu semua sebenarnya sudah melanggar HAM. Mereka serahkan
kalau tidak salah foto empat orang karyawan yang dalam kondisi muka berlumuran
darah akibat dianiaya. Ini berarti ada tindakan kekerasan. Kita tidak tahu
apakah aparat yang melakukan itu atau siapa? Foto-foto itu mereka lampirkan di
belakang daftar nama-nama yang di-PHK,” katanya.
Atas laporan puluhan karyawan tersebut, ia pun telah
melakukan koordinasi bersama Wakil Ketua I DPRD Mimika.
Setelah nanti Wakil Ketua I DPRD kembali dari Jayapura, maka
DPRD akan mengundang manajemen PTFI, perwakilan Dinas Pertambangan di Timika
serta perwakilan karyawan yang di-PHK. Undangan ini guna melaksanakan rapat
dengar pendapat (RDP) supaya bisa menyelesaikan persoalan dimaksud.
“Pimpinan dewan sudah setujui bahwa kita akan mengundang pihak-pihak
terkait dan gelar RDP. Diharapkan minggu depan sudah bisa kita laksanakan,” kata
Walilo.
Sebelumnya diberitakan tanggal 29 Juni lalu, Kapolsek
Tembagapura, Iptu Manase Sayori, S.E menegaskan bahwa saat aksi pemalangan di
ridge camp mile 72 tanggal 27 Juni tersebut sempat ricuh, sehingga ada beberapa
karyawan yang mengalami luka-luka lantaran ulah sendiri hingga terjatuh.
Untuk itu, diharapkan masyarakat tidak terpancing dengan
foto-foto yang tersebar di media sosial.
“Palingan foto-foto yang tersebar itu ulah oknum yang
sengaja buat seolah-olah mengerikan. Intinya tindakan yang dilakukan aparat itu
terukur dan tidak ada yang fatal. Yang namanya manusia, pasti ingin cari alasan
sendiri dan membuat heboh, tapi sebagai aparat, kita punya alasan jelas,” kata
Iptu Sayori saat dihubungi via telepon beberapa waktu lalu. (Acik)
0 komentar:
Posting Komentar