![]() |
Diana Domakubun,S.Pd (Foto:SAPA/Acik) |
SAPA (TIMIKA) – Kepala Sekolah (Kepsk) SDN Inauga, Diana Domakubun,S.Pd mengaku dirong-rong beberapa mantan guru dan mantan Kepsek yang meminta hak dan bersikukuh tetap mau bertugas di SDN Inauga meski telah dipindahkan ke sekolah lain berdasarkan nota tugas dari Dinas Pendidikan Kabupaten Mimika.
Diana pun meminta agar guru-guru dan Kepsek terkait untuk
langsung menghadap ke Dinas Pendidikan ataupun Bupati Mimika, karena dirinya
diangkat menjadi Kepsek di SDN Inauga dan guru-guru terkait dipindahtugaskan ke
sekolah lain adalah keputusan dari Dinas Pendidikan dan Bupati Mimika.
“Kalau ada yang mau tuntut soal hak silahkan ke Dinas dan ke
Bupati (Mimika). Saya hanya menjalani tupoksi saya, karena semua aturan itu
datangnya dari atas. Jadi tidak bisa saya buat aturan sendiri,” ungkapnya,
Senin (13/9/2021).
Hal ini disampaikan Diana usai mediasi di Polsek Mimika
Baru. Dimana sebelumnya, sekitar jam 10.00 WIT beberapa guru dan mantan Kepsek
SDN Inauga mendatanginya sekolah dan menuntut hak. Padahal menurut dia,
beberapa guru dan mantan Kepsek tersebut bukan lagi tercatat dalam absen
kepegawaian di SDN Inauga lantaran telah dipindahkan ke sekolah lain.
Kepada Wartawan Diana mengatakan, salah seorang guru yang
telah dipindahkan ke SDN 1 Timika di Kwamki Narama dengan nota tugas tanggal 19
April 2021 sampai saat ini masih datang ke SDN Inauga dan menuntut agar namanya
tetap masuk dalam daftar hadir guru di SDN Inauga.
“Dengan tuntutan itu, tentunya saya tidak punyai dasar hukum
untuk masukan nama guru terkait ke daftar pegawai di SDN Inauga karena guru yang
bersangkutan jelas telah pindah ke sekolah lain. Kalau sudah dipindahkan dengan
nota tugas, berarti yang bersangkutan tidak lagi sebagai pegawai di SDN Inauga.
Lalu dengan dasar apa saya memasukan kembali yang bersangkutan dalam daftar
pegawai di SDN Inauga? Nota tugas itu kan ada tembusan ke guru terkait, Kepsek
sekolah lama dan Kepsek di sekolah baru bagi guru tersebut dipindahkan,”
ujarnya.
Menurut dia, Kepsek SDN 1 Timika di Kwamki Narama telah
melakukan panggilan lebih dari satu kali kepada guru tersebut, akan tetapi
tidak digubris dengan alasan tetap mau mengajar di SDN Inauga.
Selain menuntut agar tetap terdaftar sebagai guru di Inauga,
hak-haknya pun dituntut ke SDN Inauga. Sedangkan dalam peraturan Bupati Mimika untuk
setiap ASN yang tidak melaksanakan tugas, maka hak-haknya tidak akan
dibayarkan. Dimana, satu hari tidak masuk kerja, maka haknya tidak akan dibayar
1%, sehingga mengingat tidak melaksanakan tugas selama tiga bulan, maka haknya
banyak yang tidak dibayarkan. Kemudian, mengingat karena guru bersangkutan
telah dipindahkan ke sekolah lain, maka hak-haknya ikut dan bukan lagi melalui
SDN Inauga.
“Yang sakit saja kalau tidak ada surat keterangan dari
Dokter, itu dihitung alpa dan pasti haknya tidak terbayar,” katanya.
Persoalan yang telah terjadi berkali-kali ini pun telah
dimediasi lebih dari satu kali bersama Dinas Pendidikan termasuk Sekda Mimika,
sehingga dianggap telah jelas dan telah selesai.
“Pak Sekda juga telah mengarahkan agar semuanya kembali
bekerja seperti biasa. Namun, pernyataan Pak Sekda itu disalahartikan, sehingga
mereka kembali bekerja ke SDN Inauga. Padahal seharusnya kembali bekerja ke
sekolah baru berdasarkan nota tugas yang mereka terima. Tugas itu seharusnya
sesuai nota tugas,” ujarnya.
Ia pun akan tetap menjalani tugas pokok dan fungsinya
(tupoksi) sebagai Kepsek di SDN Inauga. Dengan demikian, jika ada guru yang
bukan lagi tercatat sebagai pegawai di SDN Inauga yang menuntut haknya, maka dia
arahkan untuk langsung ke Kepala Dinas Pendidikan dan Bupati.
Selain guru, mantan Kepsek juga menuntut kenapa insentifnya
belum terbayar, padahal yang bersangkutan telah lama tidak jalankan tugas
lantaran sakit, akan tetapi tidak menunjukkan surat keterangan sakit dari
dokter.
“Surat dari Bupati sudah ada bahwa ada ASN yang tidak
melaksanakan tugas satu hari saja, maka insentifnya tidak dibayarkan. Apalagi
kalau berbulan-bulan. Kalau sakit, maka harus dibuktikan dengan surat
keterangan dari dokter supaya membuktikan bahwa yang bersangkutan tidak sengaja
tinggalkan tugas, tapi benar-benar karena sakit. Lagipula untuk hak-hak itu
harusnya dituntut ke Dinas atau ke Bupati,” katanya.
Dijelaskan bahwa sejak pertama kali ia menggantikan mantan
Kepsek itu, banyak guru di SDN Inauga yang tidak setuju dengan alasan bahwa
yang harus menjadi Kepsek adalah salah satu guru di SDN Inauga yang diangkat
menjadi Kepsek dan bukan Diana Domakubun.
“Saya juga tiba-tiba ditunjuk untuk mengganti Kepsek
sebelumnya. Karena itu mereka menolak. Padahal saya ditunjuk dari Dinas dengan
SK Bupati yang ditetapkan tanggal 16 Juli tahun 2020. Waktu itu SK saya
diterbitkan bersamaan dengan rolling pejabat lainnya. Mereka klaim bahwa saya
tidak punyai SK Bupati, tapi faktanya saya punyai SK dari Bupati dengan tandatangan
Bupati juga,” jelasnya.
Lebih lanjut ia mengaku bahwa dengan adanya tuntutan seperti
ini sangat menggangu. Ia pun telah membuat laporan lebih dari satu kali ke
Polres dan Polsek, akan tetapi yang dilaporkan tidak memenuhi panggilan
Kepolisian.
“Masalah ini sudah dimediasi berkali-kali di Dinas dan
Sekda. Namun faktanya sampai sekarang masih saja menuntut ke saya. Saya pun
kalau misalnya saya dipindahkan lagi, maka saya siap dipindahkan. Yang namanya
ASN harus siap dipindahkan ke mana saja,” ungkapnya.
Salah satu mantan guru SDN Inauga, Maria Yoke Irianan
mengaku bahwa untuk persoalan ini telah dilakukan pertemuan bersama Sekda.
Namun, keputusan atas pertemuan itu hingga saat ini masih terkatung-katung dan
mengakibatkan hak-haknya tertahan.
“Saya meminta bagaimana keputusan dari Bapak Sekda saat
pertemuan di tahun lalu. Saya dan beberapa teman saya yang juga mengalami
persoalan yang sama mengharapkan agar Bapak Sekda turun langsung ke lapangan
bersama-sama menyelesaikan persoalan ini supaya jangan sampai masalah ini
terkatung-katung,” ungkap Yoke yang juga hadir saat mediasi di Polsek Miru.
Tuntutan dilakukan ke SDN Inauga karena ia bersama rekan-rekannya
agar ada kebijakan dari Dinas atas keputusan dari Sekda beberapa waktu lalu
tersebut. Tuntutan itu bukan untuk menutup aktivitas belajar mengajar.
Menurut dia, ini merupakan akibat dari keputusan yang
terkatung-katung dan janji yang tidak ditepati seperti ini.
Ia pun mengantongi SK sah dan satu nota tugas itu punya
batas waktu. Saat ini telah genap satu tahun, maka yang dipertanyakan Dinas dan
Sekda bahwa sesuai administrasi lama satu nota tugas itu berapa lama dan
cepatnya berapa lama?
“Sekda memutuskan bahwa kami semua kembali bekerja seperti
biasa, tetapi kenapa sampai hari ini nama kami tidak ada di laporan bulanan dan
daftar hadir harian? Imbas dari hal itu, hak-hak kami tertahan,” ujarnya.
Pantauan Salam Papua, mediasi di Polsek Miru cukup alot dan
diarahkan agar mediasi lanjutan dilakukan bersama Dinas Pendidikan dan Sekda.
(Acik)
0 komentar:
Posting Komentar