Translate

Seniman Asal Betawi Ajak Musisi Papua Konsisten Berkarya dan Musik Tradisional Papua Bisa Terkenal

Bagikan Bagikan
Seto Noviantoro saat memainkan alat musik kongahyan (Foto:Istimewa)

SAPA (TIMIKA) - Seniman asal Betawi Seto Noviantoro, yang mempopulerkan alat musik gesek Kongahyan mengajak kepada musisi-musisi Papua terlebih generasi muda untuk tidak menyerah, percaya diri dan terus konsisten dalam berkarya.

“Papua memiliki banyak musisi yang berbakat. Jadi untuk para musisi di Papua terlebih khusus untuk generasi muda, saya harap lebih percaya diri, semangat, jangan menyerah dan tetap konsisten berkarya,” pesannya saat diwawancarai jurnalis Salam Papua via aplikasi zoom meeting, Minggu malam (28/11/2021).

Musisi muda yang saat ini fokus mempopulerkan alat musik tradisional Kongahyan mirip alat musik Erhu dari Cina, yang sesuai sejarahnya merupakan alat musik asli Betawi ini mengatakan musisi-musisi Papua harus tetap komitmen dalam berlatih.

“Karena tidak ada musisi yang pertama main langsung bagus, semua ada proses. Pengalaman dan jam terbang akan mempengaruhi cara kita bermain,” katanya.

Ia berharap suatu hari nanti bisa melihat ada alat musik asli Papua terkenal di Indonesia bahkan sampai ke dunia internasional.

“Bahkan bisa dikolaborasikan dengan alat musik gesek Kongahyan,” sebutnya.

Ia menjelaskan mengenal alat musik gesek ini sejak duduk di bangku SMK 57 Jakarta.

Saat itu ia merupakan angkatan pertama Tahun Ajaran 2012 -2013 untuk jurusan Karawitan Betawi.

“Waktu itu di sekolah, kami belum punya gedung atau ruangan latihan. Awalnya guru saya bernama Pak Firman yang memperkenalkan alat musik ini. Beliau memainkan Kongahyan di depan kelas dan membawakan lagu kicir-kicir,” kenang Seto.

Saat itu, menurutnya alunan musik Kongahyan sangat lembut bahkan mampu menghipnotis dirinya.

Hingga akhirnya Seto memutuskan untuk belajar bermain Kongahyan.

“Cara main Kongahyan memiliki kesulitan tersendiri, mulai dari sistem sampai teknik memainkannya. Karena alat musik ini tidak ada grip seperti gitar atau bass sehingga akan mudah sekali fals kalau salah tekan. Betul-betul mengandalkan ‘feeling’ dan teknik geseknya harus benar,” terangnya.

Ia menyebutkan ada tiga jenis alat musik yang hampir sama namun berbeda pada range suaranya, yakni Kongahyan (high), tehyan (midle), dan sukong (low), sehingga banyak yang mengira ia memainkan alat musik tehian padahal ini adalah konghayan.

Kecintaannya pada dunia seni membuat Seto melanjutkan Kuliah di  Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, dan mengambil jurusan karawitan.

Di kampus, cukup lama Seto tidak memainkan Kongahyan karena lebih banyak bermain kecapi.

Tapi karena telah terhipnotis oleh Kongahyan maka Seto kembali berlatih keras secara otodidak dan mengulik banyak lagu.

Ia pun beruntung karena dapat bergabung dengan komunitas musik tradisional di Bandung sehingga membuka pendangannya lebih luas dalam bermusik.

Dia berharap pengembangan alat musik seperti ini di Indonesia bisa berkembang dan semakin dikenal bahkan sampai ke luar negeri.

“Saya inginkan pada suatu hari ada konser orkestra tapi dengan kongahyan di dalamnya,” harapnya.

Sampai hari ini komunitas musisi konghayan sudah mencapai 50 orang lebih dan Seto berharap bisa semakin bertambah.

Melalui kongahyan, Seto akhirnya bisa bermain bersama musisi-musisi Indonesia seperti Topathi (Mas Bontot), Dwiki Darmawan, Eka Gustiwara, Jaya Suprana dan sempat juga tampil di ajang Java Jazz. (REM/Yosefina)

Bagikan ke Google Plus Bagikan ke WhatsApp

0 komentar:

Posting Komentar