Araminus Omaleng B.ArchStud (Foto:Istimewa) |
SAPA (TIMIKA) - Araminus Omaleng, Sarjana Arsitektur lulusan University of South Australia ini sedang fokus membentuk generasi Amungme menjadi pribadi yang berkarakter sejak usia dini.
Setelah menyelesaikan pendidikannya, pria yang biasa disapa
Ara ini kembali ke Timika, Papua, dan mendirikan Yayasan Gerbang Terang Timur.
Melalui yayasan ini ia mendirikan TK Nangmora yang dalam
bahasa Amungme artinya sumber cahaya.
Pria kelahiran Kampung Opitawak, Distrik Tembagapura pada 22
Maret 1991 ini menjelaskan, lembaga pendidikan sudah banyak sekali di Timika,
namun ia memilih untuk mendirikan PAUD dan TK karena menurutnya dalam tingkat
ini merupakan awal pengetahuan, pengembangan dan pertumbuhan mentalitas serta
karakter anak terbentuk.
Ia pun memilih mendirikan sekolah khusus untuk generasi asli
Mimika agar anak-anak dalam usia emas ini antara 3 sampai 6 tahun bisa dibentuk
menjadi generasi yang berkarakter.
Sekolah sengaja didirikan di tengah-tengah komunitas
masyarakat asli Mimika ini agar dalam usia emas antara tiga sampai enam tahun
di saat mereka tinggal bersama orangtua mereka bisa belajar berbahasa,
berbudaya, belajar nilai-nilai kehidupan suku, belajar kerohanian dan terbentuk
semangat belajar mereka.
“Setelah terbentuk semangat belajar mereka, rasa hormat mereka
terhadap orang tua ditanamkan barulah dipikirkan untuk tingkat pendidikan yang
selanjutnya,” katanya.
Putra dari Pdt. Ruben Omaleng dan Anna Beanal ini
mengatakan, masyarakat Amungme kebanyakan belum memahami betapa pentingnya
Pendidikan Anak Usia Dini.
Anak-anak dibiarkan hingga umur enam sampai sembilan tahun
baru disekolahkan ke SD.
Sehingga saat di SD ketika guru-guru meminta mereka untuk
menulis nama atau memperkenalkan diri, anak-anak cenderung grogi, malu,
memiliki pemikiran bahwa dia tidak bisa sehingga semangat belajar hilang.
“Hal-hal ini yang mana mambuat anak-anak ini mencoba bolos
sekolah. Diawali dengan bolos sekolah salah bergaul, mulai kenal hal-hal yang
tidak baik dan akhirnya putus sekolah,” ujar anak pertama dari 6 bersaudara
ini.
Ara yang pernah bersekolah di SD Inpres Waa Banti dan
menamatkan pendidikan SD di SD YPJ Tembagapura ini mengatakan, saat masih
bersekolah di SD Inpres Waa Banti, banyak temannya yang sering bolos sekolah
dan akhirnya putus sekolah.
Persoalan lain bagi generasi Amungme dalam bidang pendidikan
menurutnya, ketergantuangan yang tinggi terhadap sekolah berpola asrama yang
didirikan PT. Freeport Indonesia (PTFI) dan Yayasan Pendidikan Masyarakat
Amungme dan Kamoro (YPMAK).
Dimana anak-anak masih umur empat sampai enam tahun
dimasukan ke dalam sistem sekolah berpola asrama, sehingga rasa tanggung jawab
orang tua tidak terlihat, bahkan orang tua tidak mengetahui proses pertumbuhan
anak.
Semestinya, kata dia, sekolah-sekolah berpola asrama mulai
menerima anak ketika anak-anak berumur 10 tahun atau saat anak-anak naik kelas
4 SD. Hal ini memaksa orangtua untuk memiliki rasa tanggung jawab seperti
belajar menabung untuk masa depan anak, memberikan makanan sehat untuk anak,
melatih anak berdoa bersama dalam keluarga, mengarahkan mereka cara main yang
benar, cara menghargai orang tua dan orang lain.
“Karena semua nilai dasar ini datang dari dalam
keluarga,” kata Ara yang menamatkan pendidikan SMP di SMP YPJ Tembagapura ini.
Ara yang menamatkan pendidikan SMA di St. Johns Catholic
Collagr, Darwin Australia dan meraih peringkat ke 4 saat ujian nasional
Australia ini, mengatakan persoalan berkurangnya rasa tanggung jawab orang tua
ini terkesan hal biasa, namun hal di atas merupakan permasalahan yang tidak
pernah disadari selama bertahun-tahun yang menjadi dasar anak gagal dalam
pendidikan.
“Hal ini dibiarkan dan akhirnya menjadi kebiasaan hidup
masyarakat lokal, sehingga menantang saya untuk mendirikan Yayasan Gerbang
Terang Timur dan program pendidikan pertama yang kami rintis adalah program
PAUD-TK berkonteks kelas natural inspirasi yang berbasis kearifan lokal,” ujar
Ara yang masa kecilnya bercita-cita menjadi pilot helicopter karena saat kecil
sering naik helicopter dari Tembagapura ke Aroanop.
Sekolah PAUD dan TK ini dibangunnya di kompleks masyarakat
asli Mimika, agar anak-anak bisa memiliki kesempatan bersekolah lebih dekat
dengan tempat tinggal mereka.
Ini juga mengurangi beban orang tua untuk biaya transportasi
dan bebas biaya sekolah.
“Melalui lembaga pendidikan ini saya percaya dapat menutup
celah ketertinggalan pengembangan dan pembentukan generasi emas Amungme,” ucap
pria yang gemar membaca buku ini.
Ia pun berharap generasi Amungme yang bersekolah di luar
Papua bahkan luar negeri, setelah menyesaikan pendidikannya bisa kembali ke
Mimika untuk bekerjasama mendidik anak-anak Amungme menjadi pribadi yang
berkarakter.
“Walaupun anda sedang berkarir di luar daerah, saya harap
mari kita kembali ke daerah kita membuka sekolah, mengajar, Ilmu yang kita
dapat dipergunakan untuk membangun generasi kita, bangun daerah kita agar
generasi asli Mimika tidak tertinggal dalam dunia pendidikan,” pungkasnya.
(YOSEFINA)
0 komentar:
Posting Komentar