Zoom meeting yang dilakukan oleh perwakilan mahasiswa Mimika di Indonesia dan di luar negeri. (Foto-Istimewa) |
SAPA (TIMIKA) - Sejumlah mahasiswa asal Mimika di dalam negeri maupun di luar negeri menyampaikan pernyataan sikap bahwa, mereka menolak pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) di Tanah Papua seperti pemekaran Papua Tabi Saireri, Papua Barat Daya, Papua Selatan, Pegunungan Tengah dan Papua Barat.
Pernyataan sikap ini dirilis usai menggelar
zoom meeting yang diikuti seluruh koordinator mahasiswa dari masing-masing kota
studi, pada 26 Februari 2022 lalu.
Zoom meeting ini dipandu Koordinator Umum, Jhony
Jangkup di Kota Studi Manado, Sulawesi Utara.
Dalam rilisnya kepada Salam Papua, Senin
(28/2/2022), Jhony Jangkup menjelaskan bahwa latar belakang penolakan oleh
seluruh mashasiswa asal Timika ini, berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) nomor
45 Tahun 1945, perubahaan 4 Oktober 1999, tentang pembentukan
Provinsi Irian Jaya Barat dan Irian Jaya Tengah, Kabupaten Mimika, Paniai,
Puncak Jaya dan Kota Sorong.
Dalam UUD tersebut diduga mendapat dukungan Surat
Keputusan (SK) DPRD Provinsi Irian Jaya nomor 10 Tahun 1999 tentang pemekaran
Provinsi Irian Jaya menjadi tiga provinsi.
Namun rencana pemekaran provinsi menjadi tiga itu
ditolak warga Papua di Jayapura dengan demonstrasi besar-besaran pada 14
Oktober 1999.
Sebab di Tanah Papua telah berlaku Undang-Undang
Otonomi Khusus ( UU Otsus) dengan demikian pemekaran provinsi dibatalkan,
sementara pemekaran kabupaten tetap dilaksanakan sesuai UUD nomor 45 Tahun
1945 perubahaan Tahun 1999.
Seiring waktu, pada tahun 2002 diduga atas
permintaan masyarakat Irian Jaya Barat yang diwakili Tim 315, pemekaran Irian
Jaya Barat dilaksanakan kembali berdasarkan Instruksi Presiden Nomor I Tahun
2003 yang dikeluarkan Presiden Megawati Soekarnoputri pada 27 Januari 2003.
Waktu itu
masyarakat Papua tidak sepakat dengan kebijakan pemerintah
pusat karena sangat membingungkan, sebab
UU Otsus telah berlaku di Tanah Papua dan didukung dengan Keputusan Mahkamah
Konstitusi (MK).
Saat itu melalui Putusan Perkara MK nomor
018/PUU-1/2003, telah dibatalkan UUD
nomor 45 Tahun 1945 perubahaan Tahun 1999, karena bertentangan dengan UU
nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua yang berlaku diseluruh Tanah Papua.
Setelah itu, Provinsi Irian Jaya Barat terus
dilengkapi sistem pemerintahannya, walaupun disisi lain payung hukumnya telah
dibatalkan.
Kemudian Tahun 2021, setelah UU Otsus yang
berlaku di Tanah Papua selama 20 tahun dinilai gagal implentasinya disemua
program, sehingga seluruh elemen masyarakat Provinsi Papua baik itu kaum
intelektual, tokoh pemuda, tokoh gereja,
politisi termasuk mahasiswa
Mimika mengeluarkan pernyataan sikap menolak Otsus di Jakarta pada 22 Februari
2021 yang disampaikan kepada pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Tapi
pemerintah pusat menyikapi berbagai gejolak tolak Otsus Papua melalui Pansus
menerbitkan Undang-Undang nomor 2 Tahun 2021 tentang perubahan kedua atas
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus
bagi Papua.
Walaupun dalam pembahasan tersebut tidak
melibatkan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP),
sebagai perwakilan kultur dan budaya bagi orang asli Papua ras melanesia namun
UU tersebut telah disahkan oleh Presiden Jokowi pada Senin 19 Juni 2021.
Dalam UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang perubahan
kedua atas atas UU Otsus nomor 21 Tahun 2001 ini, sejumlah pasal mengalami
perubahan dari aturan sebelumnya.
Salah satu pasal yang berubah adalah Pasal 76 UU
Otsus Papua tentang pemekaran propinsi dan DOB di seluruh Tanah Papua.
“Setelah Kami mencermati secara baik dalam
perubahan pasal tersebut ada beberapa indikasi kepentingan pemerintah pusat
karena tanpa persetujuan MRP dan DPRP dan dampaknya sangat berbahaya dari
berbagaj faktor. Dalam perubahan pasal tersebut dari poin pertama hingga poin
kelima justru sangat merugikan buat rakyat Papua khususnya orang asli Papua,”
paparnya.
Untuk itu dalam pernyataan sikap yang dibuat,
bahwa Mahasiswa Mimika menolak Pengesahan UU Otsus nomor 2 Tahun 2021 Pasal 76.
Poin-poin dalam penolakan itu yakni, menolak
hasil kajian akademik dari pihak Universitas Gajah Mada dengan koordinator tim
oleh Bupati Puncak terkait kelayakan pemekaran Provinsi Papua Tengah.
Menolak Pemekaran Propinsi Papua Tengah dan DOB
lainnya seperti Propinsi Papua Tabi Saireri, Provinsi Papua Barat Daya,
Provinsi Papua Selatan, Provinsi Pegunungan Tengah, dan Provinsi Papua Barat.
Mahasiswa Mimika di Indonesia maupun di
negara-negara lain masih menuntut dan mendesak Pemerintah Pusat melalui
Kemendagri di Jakarta untuk menanggapi aspirasi-aspirasi ini, yang diterima
oleh Dirjen Otomomi Daerah dan pihak Pusat Penerangan Kemendagri di
Jakarta pada 22 Februari 2021 lalu.
“Kami mahasiswa Mimika di Indonesia di Mimika
maupun di luar negeri menolak pemekaran Provinsi Papua Tengah yang saat ini
sedang diperebutkan oleh bupati-bupati di wilayah Meepago serta menolak
pemekaran provinsi di Tanah Papua,” tegasnya. (Acik)
0 komentar:
Posting Komentar