Pengkhotbah 7:15 = “Dalam hidupku yang sia-sia aku telah melihat segala hal ini: ada orang saleh yang binasa dalam kesalehannya, ada orang fasik yang hidup lama dalam kejahatannya.”
SETIAP orang beriman pastinya mengejar kesalehan dalam
hidupnya. Semua aktivitas keagamaan dilakukan untuk mencapai kesalehan hidup
tersebut. Bahkan ada orang-orang beriman yang mengejar kekudusan atau kesalehan
hidup dengan upaya menjauhkan diri dari berbagai aktivitas duniawi seperti:
tidak minum minuman keras, tidak merokok, tidak mencaci maki, dan sejenisnya.
Semua itu dilakukan, karena mengejar kesalehan hidup adalah satu-satunya cara
untuk mendapatkan keselamatan atau Surga.
Namun kita akan sedikit tersentak ketika membaca ayat
renungan kali ini. Firman Tuhan dalam Alkitab melalui penulis Kitab
Pengkhotbah, Salomo, mengatakan “ada orang saleh yang binasa dalam
kesalehannya”.
Mungkin langsung terlintas dalam pikiran kita sebuah
pemahaman, untuk apa kita bersusah-susah hidup saleh kalau pada akhirnya harus
binasa? Kalau begitu, kita hidup biasa-biasa saja dan mengikuti arus duniawi
asalkan kita sudah beriman pada Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, maka
kita pasti selamat. Benarkah seperti itu? Salah!
Untuk memahami bagian ayat ini secara tepat, maka kita harus
memahami terlebih dahulu konteks dari ayat itu dan latar belakang sehingga
dituliskan ayat tersebut.
Pada frase awal ayat ini mengatakan, “Dalam hidupku yang
sia-sia aku telah melihat segala hal ini.” Secara konteks frase ini
menunjukkan, Salomo hendak menceritakan segala sesuatu yang telah dia sendiri
alami dalam hidupnya dan baginya itu dianggap sebagai sebuah kesia-siaan
belaka. Salah satunya adalah orang yang hidup mengejar kesalehan namun akhirnya
mengalami kebinasaan. Apakah yang Salomo alami sehingga dia berkata seperti
itu?
Menurut tradisi Yahudi, Kitab Pengkhotbah ditulis Salomo
pada tahun-tahun akhir hidupnya (sebelum dia meninggal). Artinya, Salomo hendak
menceritakan pengalaman pribadinya. Semasa dia hidup, dia dikenal sebagai
seorang yang setia beribadah kepada Allah (hidup saleh), namun di samping itu
dia juga terjebak pada kehidupan yang selalu mengejar harta benda duniawi dan
ambisi pribadi. Uang, pangkat, kedudukan, kejayaan, nama baik, dan kehormatan
pribadi telah menjadi orientasi utamanya untuk mendapatkan kebahagiaan hidup. Sehingga
tanpa dia sadari, hal-hal itu telah menjadi “tuhan kedua” bagi dirinya.
Dia menganggap beribadah kepada Allah dan mengejar
materialisme serta kesenangan hidup duniawi yang dijalankan secara bersama-sama
sebagai fokus kehidupan di dunia ini adalah bagian dari usaha untuk mencapai
kesalehan hidup. Dan bahkan Salomo berpikir, memperoleh faktor-faktor
kebahagiaan hidup duniawi tersebut menjadi ukuran kesalehan hidup dirinya.
Namun ternyata di akhir hidupnya, dia baru sadar, aktivitas hidup dan pemahaman
semacam itu malah membuat dirinya harus mengalami kemerosotan rohani.
Di sinilah pemaknaan Salomo berkata “ada orang saleh yang
binasa dalam kesalehannya”. Itulah sebabnya di akhir kitab Pengkhotbah, Salomo
mengatakan, yang lebih penting dalam hidup ini adalah mengabdikan diri kepada
Sang Pencipta (Pkh. 12:1) dan membulatkan tekad untuk takut akan Allah serta
berpegang teguh pada Firman Tuhan (Pkh. 12:13-14).
Pelajarannya bagi kita, alangkah lebih baik jika kita
memfokuskan hidup kita kepada Tuhan Sang Pencipta dan Penguasa hidup kita.
Tuhan Yesus berkata, “Tak seorang pun dapat mengabdi kepada
dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi
yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang
lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon” (Mat. 6:24).
Artinya, mustahil kita beriman kepada Tuhan kalau fokus hidup kita pada materi
dan kehormatan diri.
Uang, pangkat, kedudukan, kejayaan, nama baik, dan
kehormatan pribadi hanyalah fasilitas berkat Tuhan. Dan ingat, semua hal
tersebut bisa kita dapatkan atau bisa juga tidak kita dapatkan. Karena semua
tergantung dari kedaulatan Tuhan memberikan fasilitas berkat itu kepada kita
atau tidak. Yang terpenting, fokus hidup kita adalah mengutamakan Tuhan dan Dia
akan memelihara kita sampai kesudahan jaman.
Renungkan: jika sehari-hari kita selalu membicarakan
ayat-ayat Firman Tuhan, beribadah, berdoa, membaca Alkitab, dan melayani Tuhan;
namun di dalam hati, pikiran dan sikap kita hanya berfokus utama pada mengejar uang
dan popularitas hidup untuk mencapai kebahagiaan, serta bahkan kita mengejar
semua itu di atas penderitaan orang lain. Biasakah itu disebut “orang saleh
yang binasa karena kesalehannya”? Salam! (Jimmy Rungkat)
0 komentar:
Posting Komentar