Translate

Tiga Anak di Kampung Fanamo Meninggal Dunia Akibat Diare

Bagikan Bagikan

Masyarakat saat menghadiri reses Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Mimika, Thobias Maturbongs di Kampung Fanamo,
Distrik Mimika Timur Jauh.
(Foto: Istimewa)
SAPA (TIMIKA) – sebanyak tiga anak di Kampung Fanamo, Distrik Mimika Timur Jauh, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua,  meninggal dunia karena menderita diare. 

Hal ini disampaikan Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Mimika, Thobias Maturbongs kepada Salam Papua di Gedung DPRD Mimika, Senin (28/3/2022).

Menurutnya ia mengetahui persoalan itu saat melakukan reses tahap 1 Tahun 2022 di Kampung Fanamo pada 24 Maret 2022 lalu.

Dikatakan seperti yang diungkapkan warga Fanamo, ketiga anak ini terlambat tiba di rumah sakit karena mengalami kendala dalam perjalanan dari Kampung Fanamo menuju ke Timika harus melewati  jalur sungai yang dangkal.

Sedangkan masyarakat takut melewati laut, karena saat ini gelombang sangat besar dan angin kencang. 

“Di Fanamo memang ada petugas kesehatan, tapi menurut masyarakat obat yang ada hanya untuk penahan sakit saja,” ungkap Thobias.

Untuk itu, dia berharap Pemerintah Kabupaten Mimika, melalui Dinas Kesehatan bisa mengutus tim ke Fanamo untuk bisa membantu masyarakat karena di sana sedang musim diare.

“Masyarakat sangat berharap pemerintah cepat tangani masalah diare ini. Mereka mengaku sudah ada tiga anak yang meninggal dunia. Ada satu juga saat ini sedang sakit  saya belum tahu perkembangan kondisinya sekarang,” ujarnya.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Mimika, Thobias Maturbongs menyerahkan bantuan uang tunai kepada salah seorang warga di Kampung Fanamo, Distrik Mimika Timur Jauh. (Foto: Istimewa)
Dia mengatakan saat reses yang dirangkaikan dengan pemberian bantuan Sembako dan uang tunai tersebut, masyarakat juga mengeluhkan kesulitan air bersih.

Meskipun dulu PT Freeport Indonesia membantu sumur bor, tapi saat ini sumur tersebut telah kering.

Sehingga masyarakat sangat berharap ada perhatian dari pemerintah.

“Sumur dulu yang dibuat Freeport itu sudah kering. Kondisi air di sana juga lumpur semua pasir murni dan batu sudah tidak terlihat,” ujarnya.

Masyarakat juga  mengeluhkan kesulitan mendapatkan ikan segar untuk dikonsumsi, dan sejak terjadi pendangkalan sungai buaya semakin banyak bermunculan sehingga menjadi ancaman bagi manusia.

“Pendangkalan sungai ini dampaknya banyak sehingga pemerintah dan pihak terkait lainnya tolong perhatikan ini,” ujarnya.

Pada kesempatan itu masyarakat juga meminta lonceng gereja yang baru karena lonceng gereja yang ada saat ini sudah  rusak. Thobias berjanji akan menggantikan lonceng gereja itu.

“Saya punya bapak yang bangun sekolah di sana pada satu April 1934 dan tahun itu juga dibangun gereja. Jadi lonceng gereja itu sudah lama sekali, sudah rusak tidak bisa dipakai lagi sehingga saya secara pribadi yang akan menggantikannya,” tutur Thobias.

Wartawan: Acik
Editor: Yosefina

Bagikan ke Google Plus Bagikan ke WhatsApp

0 komentar:

Posting Komentar