SALAM PAPUA (TIMIKA) - Sebanyak 157 kepala keluarga (KK) di Kampung Wakia, Distrik Mimika Barat Tengah terpaksa tinggalkan kampung dan mengungsi ke pantai. Kampung Wakia menjadi kosong pasca adanya aksi penyerobotan berujung pembakaran rumah milik kepala kampung, yang dilakukan oleh sekelompok orang dari luar Kabupaten Mimika, saat malam hari pada 28 Agustus 2024.

"Masyarakat sudah tinggalkan kampung dan pindah ke pantai. Yang dibakar itu rumah saya dan beberapa rumah warga yang terletak pada kiri dan kanan, bagian gerbang masuk kampung. Ada juga alat berat yang dibakar. Jumlah warga saya yang terdaftar sebanyak 157 KK, tetapi ada juga yang memilih pindah keluar dari kampung," ungkap Kepala Kampung Wakia, Distrik Mimika Barat Tengah, Frederikus Warawarin saat ditemui di RT 19/RW 07 Kelurahan Kamoro Jaya, SP 1, Jumat (30/8/2024).

Konflik yang terjadi menurut Frederikus, terjadi karena persoalan saling mengklaim tapal batas. Ditambah lagi saat adanya sumber emas di wilayah Wakia, sehingga dua kabupaten tetangga pun terus-menerus mengklaim hingga melakukan penyerobotan.

"Sudah lama saya sudah dikoordinasikan masalah tapal batas ini hingga ke Bupati, tapi responnya slow. Pasca pembakaran rumah beberapa malam lalu, Pemkab Mimika belum merespon langsung ke Wakia, tetapi hanya kepala distrik dan stafnya saja," katanya.

Disampaikan, beberapa waktu lalu ada kunjungan DPRD Dogiyai ke Kampung Kapiraya dan Wakia yang juga membahas terkait tapal batas. Kunjungan itu menimbulkan perdebatan bersama Ketua DPRD Dogiyai dan 12 anggotanya, karena persoalan tapal batas harusnya  dibahas di pemerintahan tingkat Kabupaten dengan data yang harus diambil dari masyarakat adat.

"Kalau DPRD Dogiai datang langsung ke masyarakat Wakia, maka akan menimbulkan masalah, karena masing-masing masyarakat mempertahankan hak ulayatnya. Saya berdebat dengan Ketua DPRD dan beberapa anggotanya, saya juga bersih keras klaim bahwa Wakia bagian dari Mimika, karena memiliki data dan peta batas wilayahnya," jelasnya.

Diharapkan agar Pemkab Mimika segera bertindak, sehingga masyarakat bisa kembali tinggal di Wakia dan menjalankan hidup dengan tenang.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Sekretaris Kampung Wakia, Emanuel Inata, bahwa klaim yang dilakukan oleh pihak Dogiyai dan Deiyai terjadi setelah munculnya sumber emas di Wakia pada tahun 2003.  Sebab, menurut dia, sejak ia dan orang tuanya dan masyarakat lainnya bangun Kampung Wakia, semuanya aman tanpa ada yang klaim.

"Kenapa mereka tidak klaim dan buat keributan  saat kami mulai hidup di Wakia sebelum 2003, tapi  setelah kami temukan sumber emas baru mereka masuk dan klaim," katanya.

 Karena itu, Emanuel berharap agar Pemkab Mimika, Dogiai dan Deiyai secepatnya membahas secara bersama sehingga tidak menimbulkan konflik yang berkepanjangan dan merugikan masyarakat kecil.

Penulis: Acik

Editor: Sianturi