![]() |
Situasi saat proses penanaman mangrove di muara sungai Ajkwa (Dok:SAPA) |
SAPA (TIMIKA) – Sejak tahun 2004 hingga saat ini, PT. Freeport Indonesia (PTFI) melalui Departemen Lingkungan Hidup (environment) gencar menanam mangrove di seluruh pulau yang baru terbentuk karena sedimentasi endapan tailing atas operasional pertambangan.
Di awal tahun 2022, PTFI kembali menanam sebanyak 500 pohon
mangrove di atas lahan seluas 1 hektar di Pulau Puriri, tepatnya di muara
sungai Ajkwa. Jenis mangrove yang ditanam adalah rhizopora mucrona, berdasarkan
hasil uji coba yang dilakukan selama sekian tahun, jenis rhizopora mucrona paling baik dan dapat memunculkan jenis
lainnya.
“Yang saat ini kita tanam adalah jenis rhizopora mucrona
dengan buahnya yang Panjang. Nanti kalau jenis ini tumbuh dan besar, maka
bibit-bibit jenis lain akan tertahan pada akarnya, kemudian akan tumbuh dengan
sendirinya secara alami. Intinya, PT. Freeport selalu komitemn dalam
pengelolaan lingkungan termasuk berusaha untuk mempertahankan pulau-pulau yang
terbentuk,” kata General Superintendent Reclamation Biodiversity and Education
PTFI, Robert Sarwom di muara Ajkwa, Jumat (25/2/2022).
Selain jenis rhizopora mucrona, sejak tahun 2004 ada enam jenis tanaman mangrove yang ditanam dan salah satunya adalah jenis nipah. Nipah itu merupakan sejenis pandan atau sagu yang tumbuh di daerah rawah dan basah.
Roberth menjelaskan, dalam operasional penambangan yang
dilakukan oleh PTFI tentunya ada dampak yang dihasilkan. Dampak-dampak tersebut
lebih banyak dikelola di daerah kering, dalam hal ini di dataran tinggi maupun
di dataran rendah. Salah satu yang
menjadi bagian dalam pengelolaan lingkungan hidup adalah tailing yang
diendapkan di dataran rendah, karena dari partikel tailing yang paling halus
akan terbawa arus air menuju ke muara dan mengendap, sehingga membentuk
delta-delta atau pulau baru.
Hingga saat ini, Departemen environment PTFI telah menanam
kurang lebih sebanyak 2,6 juta pohon mangrove pada lahan atau pulau-pulau yang
terbentuk seluas 450 hektar. Pulau-pulau ini kemudian dinamakan sebagai pulau
baru, yang dalam Bahasa suku Kamoro adalah “Wai”.
Pulau-pulau itu terbentuk karena sedimentasi, yang juga terbentuk bukan 100 persen karena tailing. Namun ada sedimen yang tercampur secara alami, yaitu tailing yang terhalus yang dibawa arus dan mengendap di bagian bawah muara. Tailing yang halus inipun sangat cocok dengan habitat mangrove, karena memang mangrove tumbuhnya di daerah lumpur.
“Tailing halus ini berbentuk lumpur dan sangat berpotensi
untuk ditumbuhi mangrove. Dengan terbentuknya ekosistem mangrove, tidak secara
langsung membuka atau meningkatkan ekosistem di muara,” katanya.
Berdasarkan hasil pemantauan, di muara-muara yang telah
ditanami mangrove, banyak burung migran jenis Pelikan yang datang menjadikan
tempat persinggahan ataupun membuat sarang. Dengan adanya kolonisasi mangrove,
jumlah ikan menjadi bertambah, karena jenis-jenis ikan akan bermunculan ke
areal yang telah ditanami untuk bertelur, bersarang dan berkembang biak,
sehingga mengundang burung-burung Pelikan.
“Boleh dibilang, kalau tempatnya tadi kosong, setelah ditanami
mangrove, maka kembali menjadi habitat yang disukai oleh berbagai jenis satwa
khususnya dari jenis burung,” katanya.
Program penanaman mangrove ini, tidak secara langsung
melibatkan masyarakat secara umum. Dimana, program ini mengajak masyarakat yang
memiliki area di wilayah tersebut agar membentuk suatu badan usaha sebagai
kontraktor dan kemudian PTFI memberikan pekerjaan dalam bentuk reklamasi.
“Saat ini ada dua kontraktor yang bekerjasama yaitu CV.
Asibenaram dan CV Kapare. Anggaran program penanaman mangrove dibuat dalam satu
tahun kontrak bersama kontraktor. Masing-masing kontrak sebesar Rp 1,6 miliar.
Dalam satu kontrak dilakukan penanaman di lahan seluas 70 hektar,” ujarnya.
Selama setahun, selain penanaman, kontraktor juga melakukan
penyulaman kembali. Sebab, kegagalan tidak disebabkan oleh hama penyakit.
“Mangrove itu tidak butuh perawatan khusus, hanya perlu
dijaga dan dilakukan penyulaman saja,” jelasanya.
Adapun satu penyebab rusaknya atau gagalnya tumbuh kembang
mangrove adalah ulah manusia. Contohnya, penebangan dan perahu masyarakat
melintas di atas lahan mangrove yang sementara bertumbuh.
Hingga saat ini, keberhasilan program penanaman mangrove ini mencapai 90 persen. Untuk kegagalannya biasa terjadi karena adanya abrasi. Abrasi terjadi lantaran lahannya ada di muara, sehingga mendapatkan tekanan dari dua sisi yaitu ketika air laut surut maka akan ada tekanan arus dari sungai, ketika air laut pasang maka mendapat tekanan gelombang dari laut, sehingga tanamannya mudah rusak.
Untuk mengantisipasi atau menekan angka kegagalan itu,
penanaman dilakukan dengan jarak yang rapat, sehingga akarnya saling mengikat
dan tidak mudah abrasi.
Diharapkan dengan program penanaman mangrove ini bisa
mempertahankan daratan yang terbentuk, sehingga pulau di Papua makin hebat.
Bermaanfaat bagi masyarakat sebagai tempat mencari biota laut.
Di sisi lain, program penanaman mangrove ini sangat membantu pemerintah dalam mengurangi efek rumah kaca. Dalam hal ini, dengan adanya penanaman mangrove, maka lahan terbuka akan makin berkurang, sehingga mengurangi efek rumah kaca.
Sedangkan dampak langsung kepada masyarakat adalah mendapat
hasil dari apa yang mereka kerjakan. Selebihnya masyarakat pun akan menambah
luasan wilayah mata pencaharian.
“Penghuni utama dari hutan mangrove adalah ikan, sehingga
akan mempermudah masyarakat untuk melakukan penangkapan,” ungkapnya.
Lebih lanjut disampaikan bahwa dengan adanya penanaman ini,
maka hutan mangrove di Papua akan semakin terjaga. Hutan mangrove di Papua
tercatat sebagai hutan mangrove yang masih tetap terjaga dibandingkan hutan
mangrove di daerah lainnya. Dari 3,6 juta hektar hutan mangrove yang ada di
Indonesia, ada seluas 1,6 hektar yang ada di Papua, dimana seluas 300 hektar
adanya di Timika disepanjang kurang lebih 340 km.
“Dengan demikian, apa yang telah PT. Freeport lakukan, bisa
mempertahankan kondisi hutan mangrove yang ada di Papua. Selama adanya endapan
pulau baru yang terbentuk selama operasional PT. Freeport, maka penanaman
mangrove juga akan terus dilakukan. Untuk di lokasi yang terkena dampak sedimen
akan dilakukan penanaman hingga 100 persen,” katanya. (Acik/Jimmy)
0 komentar:
Posting Komentar