SALAM PAPUA (TIMIKA) – Wakil Bupati Mimika Johannes
Rettob menjadi salah satu pihak terkait dari sejumlah Pimpinan Daerah di Indonesia
yang mengajukan gugatan terkait Pasal 201 ayat (5) Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Para Pimpinan Daerah selaku pemohon merasa dirugikan karena
masa jabatannya terpotong, yang harusnya berakhir di tahun 2024, namun
berdasarkan diktum pada UU tersebut harus berakhir pada tahun 2023, yang mana
masa jabatannya belum genap 5 tahun sejak dilantik.
Kepada salampapua.com, Wakil Bupati Mimika yang akrab disapa
John Rettob ini mengungkapkan bahwa dirinya menjadi pihak terkait pada
pengajuan gugatan di MK tersebut dengan pengacaranya tersendiri juga.
“Saya dan beberapa teman (Pimpinan Daerah) jadi pihak
terkait. Kami terus berkoordinasi dengan pengacara penggugat. Kami punya
pengacara yang lain,” ujarnya.
Seperti dilansir dari detik.com, pada Rabu (15/11/2023)
lalu, MK menggelar persidangan dengan agenda pemeriksaan pendahuluan gugatan
dengan pemohon yang terdiri dari Gubernur Maluku Murad Ismail, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil
Dardak, Wali Kota Bogor Bima Arya, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim, Wali
Kota Gorontalo Marten A Taha, Wali Kota Padang Hendri Septa, Wali Kota Tarakan
Khairul.
Para pemohon menguji Pasal 201 ayat (5) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang dinilai
bertentangan dengan UUD 1945. Para pemohon merasa dirugikan dengan Pasal 201
ayat 5 UU Pilkada tersebut, karena pasal tersebut mengatur masa jabatan hasil
Pilkada tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023, padahal para pemohon
mengaku dilantik pada 2019, sehingga terdapat masa jabatan yang terpotong mulai
dari 2 bulan hingga 6 bulan.
Para pemohon menilai mestinya memegang masa jabatan 5 tahun
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 162 ayat 1 dan ayat 2 UU No. 10 Tahun 2016.
Para pemohon menilai mestinya masa jabatan kepala daerah tersebut terhitung
dari tanggal pelantikan para pemohon.
Oleh karenanya para pemohon meminta MK menafsirkan tentang
akhir masa jabatan kepala daerah yang dipilih pada Tahun 2018, namun baru
dilantik pada tahun 2019. Sebab sekalipun para pemohon terpilih pada Pilkada
2018, namun harus menunggu pelantikan pada tahun 2019 dengan jadwal pelantikan
yang berbeda-beda. Hal ini terkait penyesuaian akhir masa jabatan para kepala
daerah periode sebelumnya yang harus menjabat selama 5 tahun.
Menurut pemohon, pengisian penjabat adalah sesuatu yang sah
dilakukan di dalam penyelenggaraan pemerintahan, tetapi pemohon meminta agar
ada kepastian hukum terkait masa jabatan kepala daerah yang belum habis 5 tahun
terhitung sejak pelantikan, dan belum melewati bulan November 2024 sebagai
jadwal Pilkada serentak.
Penulis/Editor: Jimmy