SALAM PAPUA (NABIRE) – Polemik terkait isu pengangkatan
perangkat Kepala Suku Besar kembali memanas di Wilayah Adat Meepago. Di tengah
meningkatnya dinamika sosial dan tekanan politik lokal, Kepala Suku Besar
Meepago, Melkias Keiya, mengeluarkan pernyataan resmi untuk meluruskan situasi
yang dinilai mulai mengganggu stabilitas adat.
Melkias menggambarkan kondisi sosial Meepago saat ini
sebagai fase sensitif, layaknya “banjir besar yang merembes hingga ke akar
kehidupan masyarakat.”
“Situasi ini menuntut kepemimpinan adat yang stabil agar
tidak terjadi keretakan sosial lebih jauh,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa masa kepemimpinannya masih sah dan
berlaku hingga tahun 2030, sesuai keputusan musyawarah adat yang disepakati dan
diakui oleh seluruh struktur adat Meepago.
“Masa jabatan ini belum selesai. Karena itu, tidak boleh ada
intervensi, upaya penggantian, atau pemilihan ulang secara sepihak sebelum
tahun 2030,” tegasnya.
Melkias memperingatkan bahwa manuver politik untuk mendorong
pergantian kepemimpinan adat dapat memicu konflik baru dan mengganggu
stabilitas delapan kabupaten dalam lingkup Meepago, termasuk Dogiyai, Deiyai,
Paniai, Nabire, Mimika, dan Intan Jaya.
Ia menegaskan bahwa Lembaga Perkumpulan Masyarakat Wilayah
Meepago Provinsi Papua Tengah merupakan satu-satunya lembaga resmi yang
berwenang mengatur seluruh urusan adat mulai dari pengangkatan perangkat adat
hingga pelaksanaan musyawarah besar adat.
“Semua proses adat harus melalui lembaga tersebut. Tidak
boleh ada campur tangan pihak luar,” katanya.
Melkias juga menyoroti kecenderungan intervensi pemerintah
daerah dalam polemik adat dan menilai hal itu sebagai bentuk pelanggaran
terhadap tatanan adat serta prinsip pengakuan negara terhadap masyarakat adat.
“Legalitas adat Meepago tidak boleh dicampuri Pemerintah
Provinsi, Pemerintah Kabupaten, maupun pihak mana pun. Pemerintah hanya
melindungi, bukan mengatur adat,” ujarnya.
Menurutnya, situasi Meepago saat ini diwarnai berbagai
tantangan, mulai dari konflik tapal batas, dinamika politik lokal, meningkatnya
kriminalitas, hingga keretakan sosial antarkelompok. Dengan kondisi tersebut,
ia menilai kepemimpinan adat yang stabil sangat diperlukan agar masyarakat
tidak mudah terprovokasi.
Melkias kemudian menyerukan kepada seluruh masyarakat
Meepago untuk menjaga ketertiban dan tidak terpancing isu yang berpotensi
memecah belah persatuan.
“Kedaulatan adat Meepago tidak boleh diganggu hingga masa
jabatan saya berakhir pada 2030. Adat mengatur dirinya sendiri; pemerintah
menghormati dan melindungi,” pungkasnya.
Penulis: Elias Douw
Editor: Sianturi


