SALAM PAPUA (TIMIKA)– Kekerasan dalam rumah tangga tidak
hanya berdampak pada pasangan suami istri, tetapi juga sangat merusak kondisi
mental anak. Hal ini ditegaskan oleh Psikolog Dinas Pemberdayaan Perempuan,
Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB)
Kabupaten Mimika, Christin Yoku.
Menurutnya, kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya berupa
kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan verbal, psikis, maupun seksual, yang
secara langsung maupun tidak langsung disaksikan oleh anak-anak di lingkungan
rumah.
“Kekerasan ini bukan hanya pukulan atau tindakan fisik
lainnya, tetapi juga bisa berupa ucapan kasar, hinaan, atau pertengkaran
antarorang tua yang disaksikan oleh anak-anak. Semua itu dapat terekam di
memori anak dan berdampak pada perkembangan mental mereka,” jelas Christin,
Senin (9/6/2025).
Ia menegaskan bahwa kekerasan yang disaksikan anak-anak di
rumah dapat membentuk pola pikir bahwa menyelesaikan konflik harus dilakukan
dengan kekerasan.
“Anak-anak yang terbiasa melihat kekerasan berpotensi meniru
perilaku tersebut di masa depan. Mereka bisa menjadi pelaku kekerasan karena
menganggap itu adalah hal wajar dalam menyelesaikan masalah,” katanya.
Christin juga menjelaskan bentuk-bentuk kekerasan fisik yang
kerap terjadi dan harus dihindari oleh orang tua, seperti memukul, menampar,
atau menjambak. Sedangkan kekerasan psikis atau mental, menurutnya, sering kali
tidak disadari sebagai bentuk kekerasan karena dianggap hal biasa.
“Kekerasan mental yang kerap terjadi antara lain adalah
membanding-bandingkan anak, menunjukkan kasih sayang yang tidak adil,
diskriminasi, hingga tidak melibatkan anak dalam keputusan keluarga. Padahal
ini sangat berpengaruh pada rasa percaya diri dan kesehatan mental anak,”
ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa tidak memberikan apresiasi, meremehkan
pendapat anak, serta memaki atau menghina juga tergolong sebagai kekerasan
verbal yang berdampak jangka panjang.
Christin juga menyoroti adanya kekerasan seksual dalam rumah
tangga yang melibatkan hubungan inses, seperti antara ayah dan anak, kakek dan
cucu, maupun paman dan keponakan. Ia menegaskan bahwa kekerasan seksual dapat
terjadi tidak hanya dari pria kepada wanita, tetapi juga sebaliknya.
“Ada juga kasus istri yang melakukan kekerasan seksual
terhadap suami. Semua ini terjadi di dalam rumah, dan anak-anak bisa menjadi
korban langsung maupun tidak langsung,” tutupnya.
Penulis: Evita
Editor: Sianturi