SALAM PAPUA (TIMIKA) – Sebanyak 96 pembina dari Sekolah Asrama Taruna Papua (SATP), yang dikelola oleh Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme Kamoro (YPMAK), menerima materi refleksi dan empati dalam sebuah kegiatan yang berlangsung di salah satu hotel di Timika, Selasa (15/4/2025).
Fasilitator kegiatan, Prof. Dr. Johanis Ohoitimur selaku Eksekutif BPH YPL, menekankan pentingnya refleksi diri di lingkungan sekolah, sejalan dengan Kurikulum Merdeka Belajar yang diterapkan oleh SATP.
“Refleksi adalah bagian penting dari proses pembelajaran. Tanpa refleksi, pembelajaran hanya akan mengalir tanpa arah yang jelas. Refleksi ini tidak hanya relevan untuk guru, tetapi juga sangat penting bagi pembina asrama, mengingat SATP merupakan sekolah berpola asrama,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, kegiatan ini bertujuan untuk membantu para pembina menyadari peran dan tanggung jawab mereka dalam mendampingi siswa.
“Seperti yang kita lakukan tadi, para peserta diminta merefleksikan apa saja yang telah mereka lakukan terhadap anak-anak. Dari sana, mereka bisa mengevaluasi apakah tindakan mereka sudah tepat atau justru merugikan anak. Ini menjadi momen penting bagi para pembina untuk menyadari tugas dan tanggung jawabnya, baik terhadap diri sendiri maupun anak-anak,” jelas Johanis.
Pada sesi kedua, para pembina dibekali kemampuan untuk menjalankan fungsi pribadi secara sehat dan seimbang, sehingga mereka dapat menjalani aktivitas pembinaan secara berkualitas dan penuh empati.
“Pembina harus mampu melakukan pendekatan empatik kepada anak, mendengarkan mereka, menghargai latar belakang budaya, serta memahami sikap dan tindakan anak-anak, meskipun terkadang menyakitkan. Sebagai pembina maupun guru, kita harus sabar dalam memahami mereka,” tegasnya.
Program pelatihan ini mendapat dukungan penuh dari YPMAK dan PT Freeport Indonesia (PTFI), dengan harapan dapat memberikan dampak positif terhadap masa depan anak-anak Papua.
“Kami tidak hanya memberikan materi, tetapi juga akan melakukan evaluasi rutin terhadap seluruh pembina dan guru di SATP, baik mingguan, bulanan, maupun setiap semester. Evaluasi dilakukan untuk mengukur kinerja mereka, dengan standar utama yakni mendidik tanpa kekerasan,” tutup Johanis.
Penulis: Evita
Editor: Sianturi