SALAM PAPUA (TIMIKA) – Tokoh Adat Kaokonao, Yan Aturi, menyuarakan keprihatinannya terhadap belum selesainya persoalan tapal batas antara Kabupaten Mimika dengan Kabupaten Dogiyai dan Deiyai. Hal ini disampaikannya langsung kepada Gubernur Papua Tengah, Meki Fritz Nawipa, saat kunjungan kerja di Kaokonao, Distrik Mimika Barat, Kamis (10/4/2025).
Dalam pernyataannya, Yan menegaskan bahwa wilayah yang terletak dari Omawita hingga Gunung Emea merupakan tanah adat suku Kamoro, dan merupakan bagian dari Kabupaten Mimika. Namun, selama ini wilayah tersebut masih diklaim oleh pihak dari Kabupaten Deiyai, yang notabene merupakan wilayah suku Paniai.
“Saya tahu tanah itu milik leluhur kami, Suku Kamoro. Tapi sampai sekarang masih diklaim oleh saudara-saudara dari Deiyai. Kami mohon agar persoalan tapal batas ini segera dituntaskan,” ujar Yan.
Menanggapi keluhan tersebut, Gubernur Meki Nawipa menjelaskan bahwa masalah tapal batas antar wilayah kabupaten memang kompleks dan sering kali melibatkan unsur ketidaktahuan terhadap batas wilayah adat.
Ia mengungkapkan bahwa dirinya pernah mengikuti penyelesaian sengketa tapal batas di wilayah Gunung Intan Jaya, dan menemukan bahwa salah satu penyebab persoalan berlarut adalah karena penanganan di Mimika saat itu dilakukan oleh pihak yang bukan orang asli Amungme maupun Kamoro, sehingga tidak memahami secara mendalam sejarah dan peta wilayah adat.
“Yang tangani waktu itu adalah pegawai Pemda yang bukan orang asli, jadi tidak tahu peta adat yang sesungguhnya. Ini yang sering jadi masalah,” ujar Gubernur Meki.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa persoalan tapal batas bukan hanya terjadi antara Mimika dengan Deiyai atau Dogiyai, tetapi juga di wilayah pegunungan lainnya. Oleh karena itu, Gubernur Meki menyebut akan dilakukan evaluasi antar kabupaten yang bersengketa, dengan melibatkan para pemimpin adat dan masyarakat lokal.
“Evaluasi soal tapal batas ini biasanya dilakukan lima tahunan. Dalam forum evaluasi nanti akan dibicarakan secara baik-baik dengan semua pihak yang berkepentingan,” tutupnya.
Penulis: Acik
Editor: Sianturi