SALAM PAPUA (TIMIKA) – Pekerja yang mengaku ditelantarkan oleh PT Honai Ajikwa Lorentz (HAL) kini mulai bermunculan dan menuntut keadilan. Tidak hanya pekerja Orang Asli Papua (OAP), kini sejumlah pekerja non-OAP juga menyampaikan keluhan serupa. Mereka mengaku tidak hanya ditelantarkan selama pelatihan, namun juga tidak menerima hak-haknya selama bekerja di perusahaan tersebut.
Salah satu pekerja, Dhania Dini Ervianti, menyebut bahwa sebanyak 54 orang diberangkatkan ke Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, untuk mengikuti pelatihan. Pemberangkatan dilakukan dalam tiga kloter, yaitu pada 19, 20, dan 24 Januari 2025. Seluruh peserta pelatihan menginap di Hotel Sofia Juanda Surabaya, Jalan Raya Juanda No. 20, Kelurahan Semambung, Kecamatan Gedangan, Sidoarjo.
Pelatihan soft skill dilaksanakan mulai 28 Januari hingga 1 Februari 2025, difasilitasi oleh Lembaga Pusat Bantuan Mediasi GKI. “Waktu itu kegiatan berjalan lancar dan tidak ada masalah,” ujar Dhania saat ditemui Salampapua.com, Rabu (9/4/2025).
Usai pelatihan, para pekerja menjalani medical check-up pada 7 Februari 2025 di Klinik Ultra Medika Sidoarjo. Mereka kemudian mengikuti pelatihan manajemen K3 dari 10 hingga 17 Februari 2025. Namun, pelatihan mendadak dihentikan sejak 18 Februari tanpa penjelasan yang jelas.
“Setelah itu, kami tidak lagi melakukan kegiatan apa pun,” ujarnya.
Penelantaran mulai terjadi pada 23 Februari 2025, saat para pekerja diusir dari Hotel Sofia Juanda karena PT HAL tidak membayar sewa hotel sebesar Rp534.180.000 yang telah melewati batas jatuh tempo
“Hari itu juga kami diungsikan ke sebuah sekolah milik yayasan di Sidoarjo, dan malam harinya dipindahkan ke Hotel Permata Sidoarjo untuk menginap satu malam,” katanya.
Pada 24 Februari 2025, seluruh pekerja diberangkatkan ke Sukoharjo menggunakan dua bus milik TNI AU dan menginap di Hotel Sarila. Keesokan harinya, mereka kembali dipindahkan ke Jakarta menggunakan dua unit bus pariwisata, dan menginap di Midtown Residence Apartment, Jalan TB Simatupang No. 20, Cilandak Barat, Jakarta Selatan.
“Selama di apartemen itu, kami tidak menjalani kegiatan atau pelatihan apapun,” jelas Dhania.
Tanggal 28 Februari 2025, para pekerja kembali diberangkatkan ke Cianjur dan menginap di Vila Braja Musti, Kompleks Vila Bukit Danau, Kecamatan Cipanas. Di sana, kondisi semakin memprihatinkan karena tidak ada penanggung jawab yang mendampingi. Konsumsi mulai terganggu; makanan sering terlambat dan dana konsumsi sering tidak dikirim.
“Karena tidak ada makanan, kami sampai harus patungan dan bahkan memetik sayur dari sekitar vila untuk dimasak. Banyak yang jatuh sakit karena gangguan lambung,” ungkapnya.
Setelah melalui masa sulit itu, pada 9 Maret 2025, seluruh pekerja melakukan pertemuan dengan Direktur PT HAL. Hasil pertemuan menyepakati pemulangan seluruh pekerja ke Timika untuk melanjutkan pelatihan. Namun, kesepakatan itu tak terealisasi. Keesokan harinya, 10 Maret, mereka justru diberangkatkan kembali ke Jakarta dan menginap di tempat yang sama tanpa kegiatan.
“Tanggal 11 Maret, kami semua berkumpul menuntut kejelasan dan kepastian pemulangan sesuai hasil rapat di Cianjur,” ucapnya.
Beberapa pekerja kemudian dipulangkan secara bertahap: satu orang ke Lamongan (11 Maret), sembilan orang ke Timika (16 Maret), dan lima orang ke Makassar (17 Maret). Namun, sebanyak 34 pekerja, yang sebagian besar OAP, masih terlunta-lunta dan kini ditampung di Asrama IPMAMI Jakarta.
“Kami sangat berharap ada bantuan dari Pemkab Mimika untuk membantu memulangkan para pekerja yang masih di Jakarta,” katanya.
Sementara itu, Wakil Head Officer Bisnis Development PT HAL, Nanang Abdurahman, mengungkapkan bahwa selain menelantarkan pekerja, PT HAL juga belum membayarkan hak-hak mereka.
Nanang mengaku telah berupaya menghubungi Direktur PT HAL, Fenti Widiawati, namun tidak mendapat respons. “Saya pribadi juga merasa sangat dirugikan, baik dari segi waktu maupun finansial. Hingga kini kami tidak tahu keberadaan manajemen PT HAL,” ujarnya
Nanang menyatakan telah melaporkan kasus ini ke DPRK untuk mencari solusi pemulangan para pekerja. “Hari ini saya dan Dhania mendatangi DPRK untuk melaporkan apa yang kami alami,” tutupnya.
Penulis: Acik
Editor: Sianturi