SALAM PAPUA (TIMIKA) - Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (Lemasko) melayangkan protes terhadap DPR Provinsi (DPRP) Papua khususnya Jhon NR Gobay terkait protes atas tailing PT Freeport Indonesia (PTFI) yang berada di wilayah Mimika.

Protes Lemasko ini berawal dari Ketua Kelompok Khusus (Poksus) DPRP Papua John NR Gobay didampingi pegiat Yayasan Lepemawi-Timika Adolfina Kum dan Tokoh masyarakat Timika Paulus Kemong yang melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi IV DPR RI, pada Rabu (1/2/2023), di Jayapura. Rapat tersebut membahas soal dampak tailing PTFI.

Ketua Lemasko Gerry Okoware angkat suara. Ia mengatakan, jika ada beberapa isu yang saat ini diangkat di media lokal dan nasional terkait limbah PTFI, yang disoroti oleh Jhon NR Gobai terkait dampak limbah dan upaya yang harus dilakukan oleh PTFI.

“Kami dari Lemasko menegaskan bahwa di Mimika ada dua lembaga adat, dan masing-masing memiliki taparu (tanah, Red), sehingga jika ada orang luar yang ingin mengangkat isu soal tailing, harus berkomunikasi dengan kami Lembaga adat, jangan hanya ingin mencari nama lalu mulai menyoroti soal tailing. Selama ini kamu (Jhon NR Gobay) kemana saja sampai tidak tahu? Dia bukan punya kampung yang terkena dampak, seharusnya dia berkoordinasi kepada kami yang punya hak ulayat,” ujar Gerry saat mengelar jumpa Pers di kediamannya di Timika, Kamis (6/4/2023).

Dia mengungkapkan bahwa apa yang dikatakan Jhon NR Gobay sebenarnya telah dipikirkan lebih dahulu oleh lembaga dan telah dikoordinasikan dengan pihak PTFI.

“Jika ia ingin protes seharusnya bertanya kepada Pemerintah apa yang pemerintah buat untuk masyarakat pemilik hak ulayat setelah mendapat royalty begitu besar dari PTFI,” tegasnya.

Selama ini, lanjut Gerry, perusahaan sudah membayar seluruh kewajibannya kepada pemerintah, untuk itu pemerintah harus menyadari apakah telah mensejahterakan masyarakat atau belum.

Sementara itu, Wakil Ketua III Lemasko Seprianus mengatakan, masing-masing daerah atau tempat memiliki hak ulayat, sehingga bagi mereka yang merasa tidak memiliki hak ulayat di bagian pesisir pantai diminta untuk tidak berteriak soal tailing, dan jangan hanya sekedar untuk mencari pamor.

“Mengapa baru berteriak, PTFI ini kan sudah operasi cukup lama, tolong hargai hak ulayat,” tegasnya.

Wakil Ketua Lemasko Benediktur juga mengatakan hal yang sama, bahwa PTFI merupakan penyumbang pajak terbesar untuk Pemerintah namun tidak ada kontribusi dari Pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat pemilik hak ulayat terutama dua suku besar Lemasa dan Lemasko.

“PTFI sudah membuka harkat masyarakat wilayah pesisir dengan membangun pendidikan dan kesehatan juga ekonomi serta infrastruktur, kini tugas Pemerintah mencari solusi,” ujarnya.

Demikian juga yang disampaikan sekretaris Komisi III Lemasko Yohanis Mamiri dan Komisi SDM Thomas bahwa jangan ada pihak-pihak yang ingin menaikan elektibilitas dengan membicarakan taparu Mimika Wee (Kamoro).

Wartawan: Evita

Editor: Jimmy