SALAM PAPUA (TIMIKA) - Terkait lahan Bandara Perintis Kapiraya di Kampung Wakia, Distrik Mimika Barat Tengah, Kabupaten Mimika, Papua Tengah, pemilik lahan Lapter membantah adanya hibah dari masyarakat kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika.

Salah satu pemilik Hak Ulayat Bandara Perintis Kapiraya di Tuapa, Kampung Wakia, Distrik Mimika Barat Tengah, Yeremias Imbiri Iri membantah adanya hibah lahan bandara kepada Pemkab Mimika, dimana jelas tertuang pada UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Pasal 36, adanya pemberian ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk: uang, tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.

Atau yang diatur di Pasal 41 Ayat (2) ada saat pemberian Ganti Kerugian Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian wajib: a. melakukan pelepasan hak; dan, b. menyerahkan bukti penguasaan atau kepemilikan objek Pengadaan Tanah kepada instansi yang memerlukan tanah melalui lembaga.

“Semua pelepasan dan bukti pelepasan tidak pernah dilakukan, kalau memang sudah ada berikan kami buktinya. Jelas pernyataan Pemkab Mimika melalui Dinas Perhubungan itu tidak benar, kami membantah hal tersebut,” ujarnya saat menghubungi salampapua.com, Kamis (2/5/2024).

Ia menjelaskan, terkait semua permasalahan yang terjadi saat ini, pemilik tanah Hak Ulayat Bandara Perintis Kapiraya di Desa Wakia, akan menuntut beberapa hal kepada Pemkab Mimika yaitu:

  1. Pemkab Mimika segera ganti rugi atas tanah Hak Ulayat Marga Iri, yang selama ini digunakan sebagai Bandara Perintis Kapiraya.
  2. Nama Bandara Perintis Kapiraya harus diganti dengan nama Leluhur dari Tete Moyang yaitu, Bandara Perintis "Weatoa" di Tuapa, Kampung Wakia, Distrik Mimika Barat Tengah Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, bukan Bandara Kapiraya sebab lokasi tanah berada dalam wilayah administrasi  kampung Wakia bukan kampung Kapiraya.
  3. Mengklarifikasi mengapa Pemkab Mimika mengizinkan penerbangan dari Kabupaten Deiyai, Paniai masuk di bandara ini, sementara Pemkab Mimika belum menyelesaikan ganti rugi tanah tersebut, apakah penerbangan tersebut ada perjanjian kerjasama.
  4. Jika dalam waktu satu minggu tidak ada respon dari Pemkab Mimika terkait maka pemilik hak ulayat yaitu Marga Iri, akan langsung menutup aktivitas bandara perintis tersebut.
  5. Untuk saat ini keluarga pemilik hak ulayat telah menempati fasilitas perumahan Dinas yg ada di Bandara Kapiraya, aksi ini akan dilakukan sampai adanya kejelasan ganti rugi tanah bandara baru, setelah adanya kejelasan maka fasilitas perumahan dinas akan dikembalikan.

“Untuk penerbangan itu ada 2 kali seminggu namun itu bukan dari Mimika melainkan dari Wagethe Kabupaten Deiyai-Kapiraya. Dan sejak 27 Desember sampai dengan hari ini penerbangan dari Timika ke bandara Kapiraya tidak ada, karena dari penjelasan lisan salah satu staf Subdin Perhubungan Udara, Dishub Mimika ke saya, bahwa kontrak lanjutan bersama maskapai Susi Air belum ada,“ jelasnya.

Dirinya berharap dengan adanya tuntutan yang diberikan pemilik Hak Ulayat Pemkab Mimika, dapat memperhatikan kasus yang dihadapi saat ini.

Penulis: Evita

Editor: Sampe S