SALAM PAPUA (TIMIKA) - Isu aborsi janin marak terjadi di Timika yang dilakukan oleh remaja dan  permpuan dewasa, bahkan diduga masih berstatus sebagai pelajar.

Tindakan ini disinyalir untuk menutup aib atas hubungan gelap ataupun melepas tanggungjawab  suami dan Istri tanpa adanya pernikahan yang sah.

Menanggapi isu ini, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Timika, dr. Leonard Pardede,SpOG.Subsp.Obsginsos (K) terkejut dan menyebut bahwa perbuatan tersebut merupakan sebuah tindakan abortus provocatus criminalis yang melanggar hukum. Abortus provocatus criminalis ini diindikasi hasil konsepsi karena tidak menerima kehamilan, hamil dengan usia di bawah umur serta putusan lantaran hubungan terlarang.

“Itu suatu putusan atau perbuatan yang tidak dibenarkan hukum, berarti akan berhadapan dengan polisi. Itu pelanggaran berat,” ungkap Leonard saat ditemui salampapua.com di RS Kasih Herlina Timika, Selasa (4/4/2023).

Disampaikan, jika putusan abortus seperti itu dilayani oleh seorang dokter, maka itu merupakan pelanggaran kode etik kedokteran. Dokter bersangkutan juga akan berhadapan dengan hukum dan berdampak pada izin usaha praktiknya.

“Kalau terbukti yang melayani itu adalah dokter, maka saya selaku Ketua IDI yang memberikan putusan, tapi jika itu dilakukan tenaga medis lain seperti perawat dan bidan, maka itu bukan kewenangan saya,” ujarnya.

Ia pun mengimbau kepada masyarakat, jika diketahui adanya praktek aborsi, agar dilaporkan ke pihak kepolisian.

“Kalau ada yang tahu hal itu, silahkan lapor ke Polisi. Saya juga harapkan kalau ada oknum yang bukan merupakan tenaga kesehatan dan melayani aborsi, maka lebih baik berhenti, karena itu melanggar hukum,” tegasnya.

Dijelaskan bahwa selain abortus provocatus criminalis, juga ada abortus spontan, yang terjadi karena adanya masalah selama kehamilan. Abortus provocatus medicinalis, yang dipengaruhi oleh satu keadaan atau faktor medis, sehingga janin dirangsang untuk  keluar.

“Untuk abrotus provocatus medicinalis ini dilakukan karena faktor si perempuan punya penyakit jantung atau penyakit lainnya yang dapat mempengaruhi kehamilan atau mengancam jiwa sang ibu hamil tersebut, sehingga ada beberapa dokter dan direktur (RS) memutuskan untuk lakukan tindakan abortus. Nah yang sangat tidak dianjurkan adalah abortus provocatus criminalis, karena itu melanggar hukum,” tuturnya.

Dampak buruk tindakan abortus provocatus criminalis yang bukan dilakukan orang profesional atau dokter ahli, dapat mengakibatkan pendarahan hebat dan luka pada rahim serta menyebabkan kematian. Namun jika dilayani oleh profesional akan lebih aman, tapi tidak ada tenaga profesional yang melayani abortus provocatus criminalis.

“Saya pikir di Timika tidak ada tenaga profesional yang melayani abortus provocatus criminalis itu. Kalaupun ada, kemungkinan yang ingin cepat kaya. Namun kalau ada laporan di Polisi, secara pasti tempat praktik yang melayani itu pasti akan diketahui. Timika ini kecil saja untuk menguak fakta itu,” ujarnya.

Periode emas untuk hamil dan melahirkan adalah usia 20-35 tahun, selebihnya adalah putusan dari perempuan atau pasangan suami-istri masing-masing untuk mengatur jarak kehamilannya.

Untuk usia remaja tanpa adanya ikatan perkawinan sangat dilarang untuk melakukan hubungan seksual. Karena hal ini dapat menyebabkan putus sekolah dan suramnya masa depan.

“Kemarin saya berikan materi mengenai kesehatan reproduksi remaja di GBI Sion (Timika). Kita lihat sekarang remaja SMP dan SMA itu sudah punya pacar, bergandengan tangan, ciuman dan  bermesra-mesraan. Itu sangat tidak diperbolehkan, karena ketika sudah saling bersentuhan, berdampak ke hormonal dan rangsangan seksual,” ujarnya.

Persoalan ini juga ditanggapi Ketua Solidaritas Perempuan Papua, Ros N Kabes.

Perempuan Papua ini mengingatkan agar perhatian orang tua kepada anak-anak agar lebih intens. Setiap orang tua harus memberikan edukasi yang baik khususnya berkaitan dengan norma agama, baik yang beragama Kristen, Muslim ataupun agama lainnya.

“Ajaran agama bagi anak-anak harus kuat dan itu dimulai dari dalam rumah atau dari orang tuanya,” ujarnya.

Disampaikan bahwa selain anjuran  medis, banyak alasan perempuan memutuskan untuk aborsi, yaitu lantaran diperkosa, hubungan gelap, ataupun hamil karena hubungan pacaran saat masih sekolah. Namun perlu ditindak tegas terkait adanya oknum yang melayani aborsi tersebut.

“Antisipasi hal seperti ini harus melibatkan semua pihak termasuk pemerintah, bagaimana pemerintah gencar mensosialisasikan norma atau kesehatan bagi kaum perempuan. Kebetulan saya juga terlibat di Dinas Pemberdayaan Perempuan yang pernah menangani kasus korban pemerkosaan,” katanya.

Wartawan : Acik

Editor : Jimmy