SALAM PAPUA (TIMIKA) – Keluarga 4 warga Nduga yang
menjadi korban mutilasi mengaku kecewa lantaran pembacaan tuntutan bagi 3 warga
sipil selaku terdakwa ditunda hingga lima kali.
Keluarga melalui kuasa hukumnya, Gustaf Rudolf Kawer,S.H,M.Si
menilai keterlambatan putusan hukum bagi para terdakwa menjadikan keadilan
semakin jauh dari asas persidangan yang cepat dan murah. Sebab menurut dia,
sejauh ini seluruh keluarga besar 4 korban tetap menunggu bahkan selalu
keluarkan biaya yang besar untuk pulang dan pergi ke PN.
“Sudah lima kali penundaan karena mereka belum siapkan
tuntutannya. Ini sangat lama sekali. Bayangkan saja selama ini keluarga korban
datang ke PN, pastinya keluar biaya. Mereka juga tinggalkan aktivitas lain
karena harus datang memastikan keadilan hukum bagi saudara-saudara mereka,”
ungkap Rudolf di halaman kantor Pengadilan Negeri (PN) Timika, Jumat
(5/5/2023).
Gustaf mengatakan, dengan rasa kecewa keluarga korban
menilai PN sangat lamban jika dibandingkan dengan pelaksanaan tuntutan bagi 6
terdakwa lain yang merupakan oknum anggota TNI di pengadilan militer.
“Patut kita pertanyakan ada apa dengan keterlambatan ini?
Padahal proses sidang di Pengadilan Militer cepat selesaikan proses 6 terdakwa
TNI,” ujarnya.
Pihaknya berharap jadwal yang telah diundur ke tanggal 8 Mei
2023 tidak akan tertunda lagi. Sebab jika dibatalkan berulang-ulang, maka
konsekuensinya sangat fatal terhadap keadilan bagi 4 korban, yaitu Irian Nirigi
(38), Arnold Lokbere (29), Lameniol Nirigi (29), Atis Tini (23).
Diketahui sebelumnya, keluarga berharap agar seluruh pelaku dapat
dijatuhi hukuman maksimal, yaitu “hukuman mati”. Pihak keluarga pun merasa puas
dengan tuntutan yang telah dibacakan bagi salah satu terdakwa atas nama Roy
Marten Howay.
“Keluarga sangat berharap supaya putusan cepat dan
tuntutannya harus sesuai tuntutan mereka, yaitu hukuman mati atau seumur hidup.
Kemarin sudah pembacaan tuntutan untuk terdakwa Roy yaitu seumur hidup. Bagi
keluarga tuntutan itu sudah maksimal,”
katanya.
Lebih lanjut disampaikan, jika tanggal 8 Mei ditunda
kembali, maka tidak menutup kemungkinan akan ada aksi yang dilakukan pihak
keluarga di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Mimika.
“Penundaan yang kemarin itu sudah ada rencana dari keluarga
untuk laksanakan aksi ke Kejari (Mimika). Keluarga ingin menanyakan langsung ke
Kepala Kejari,” katanya.
Sementara perwakilan keluarga korban, Aptor Lokbere mengungkapkan,
sejauh ini pihaknya sangat sabar menunggu, namun setelah penundaan terjadi
hingga lima kali, pihaknya pun menilai Kejari dan PN tidak serius menyelesaikan
kasus ini.
Ia mengaku, secara intens seluruh keluarga mengikuti
jalannya proses hukum sejak potongan tubuh 4 keluarga mereka ditemukan. Seluruh
keluarga terus kontrol dengan harapan seluruh pelaku dijatuhi hukuman seumur
hidup ataupun hukuman mati.
“Harusnya saat ini sudah dituntut. Selama ini kami sudah
cukup sabar. Kami sudah percayakan kepada penegak hukum, tapi penegak hukum
tidak hargai kepercayaan keluarga,” katanya.
Demikian juga disampaikan Pale Gwijangge. Menurut dia berkas
perkara dari terdakwa Jack, Umam dan Rafles jauh lebih cepat diserahkan ke
Kejari sebelum berkas perkara atas nama Roy Howay. Namun tuntutan Roy Howay
dilakukan lebih awal sedangkan tiga terdakwa lainnya belum dilaksanakan.
“Jadinya terbalik. Kami sebagai keluarga jadi ragu dengan
proses persidangan ini. Ada kepentingan apa sebenarnya?” tuturnya.
Pale menegaskan, kasus mutilasi ini diberitakan secara
nasional bahkan internasional. Karena itu, jangan main-main dalam proses penanganan
hukumnya.
“Tidak boleh ditunda-tunda. Seminggu lalu sudah diberikan
waktu untuk persiapan tuntutan, tapi kenapa ditunda lagi. Kami merasa dirugikan
dan bertanya-tanya, apakah nanti tuntutan sesuai dengan yang diharapkan atau
tidak?” ujarnya.
Pantauan salampapua.com, permintaan percepatan tuntutan bagi
3 terdakwa juga disampaikan oleh Wakil
Ketua PN Timika, Putu Mahendra, S.H, M.H.
“Mohon koordinasinya dipercepat ya supaya sidang ini tidak
ditunda terus,” ungkapnya kepada JPU Kejari Mimika, Febiana Wilma Sorbu.
Sedangkan JPU Kejari Mimika, Febiana Wilma Sorbu enggan
diwawancarai saat wartawan hendak mengonfirmasi terkait alasan penundaan sidang
tersebut.
Wartawan : Acik
Editor : Jimmy