SALAM PAPUA (TIMIKA) - DPRD Mimika mengeluhkan banyaknya guru-guru di wilayah pesisir serta pegunungan yang meninggalkan tempat tugas dan berkeliaran di kota Timika.

Anggota DPRD Mimika, Thobias Maturbongs mengatakan bahwa setiap melakukan kunjungan kerja ke wilayah pesisir tidak menjumpai guru-guru PNS tersebut, dan masyarakat setempat mengaku bahwa guru-guru tersebut telah pulang ke kota.

“Yang biasa bertahan di pedalaman hanya guru-guru kontrak saja, yang PNS itu tidak ada,” ungkapnya, Rabu (9/8/2023).

Karena itu ia berharap Sekretaris Dinas Pendidikan agar rutin memeriksa keberadaan guru-guru dimaksud melalui alat radio SSB.

Di sisi lain, Dia juga mengungkapkan bahwa gedung SMP di kampung Mapar, Distrik Mimika Barat Tengah sangat memprihatikan karena bangunannya sudah mulai lapuk. Atap terbongkar karena angin, plafon jebol, dan dindingnya pun mulai rusak.

“Gedung SMP di Kampung Mapar itu sangat hancur dan perlu diperhatikan oleh Dinas Pendidikan. Bangunannya sangat bagus, tapi sudah rusak parah. SMP di Mapar juga butuh tenaga guru untuk pelajaran komputer,” ujarnya.

Demikian juga dengan rumah tinggal untuk guru-guru sudah sangat tidak layak. Kondisi ini juga menyebabkan guru-guru banyak yang meninggalkan tempat tugas di wilayah pedalaman. Persoalan rumah guru bukan hanya di wilayah pesisir yang jauh, tetapi yang di Kaokonao juga, terpaksa gurunya tidur di ruang sekolah.

“Makanya di Kaokonao saya ada bangun satu unit rumah dinas guru serta memberikan satu unit perahu dan mesinnya. Begitu juga di Mapar akan saya upayakan untuk pengadaan perahu bagi guru-guru, supaya mereka tinggal beli BBM,” tuturnya.

Thobias pun mengharapkan perhatian Pemkab Mimika agar menyediakan transportasi bagi guru-guru yang bertugas di wilayah pedalaman. Sebab banyak guru-guru yang terpaksa mengeluarkan ongkos hingga Rp 5 juta untuk menumpang speed boat milik nelayan saat kembali ke pedalaman ataupun pulang ke kota Timika.

“Pemkab harus pikirkan kembali soal transportasi bagi guru-guru di pesisir. Dari Mapar itu biasa mereka bayar perahu nelayan itu sampai Rp 5 juta. Kasihan sekali kalau biaya transportasi lebih mahal daripada gaji mereka,” tuturnya.

Wartawan : Acik

Editor : Jimmy