SALAM PAPUA (NABIRE) – Suasana penuh haru dan sukacita mewarnai Wisuda XIII Sekolah Tinggi Agama Kristen (STAK) Nabire ketika 220 wisudawan dan wisudawati resmi dikukuhkan sebagai sarjana teologi dan kepemimpinan Kristen.

Acara yang berlangsung pada 28 November 2025 ini turut dihadiri Staf Ahli III Gubernur Papua Tengah Bidang Pemerintahan, Politik, dan Hukum, Marthen Ukago, yang mewakili Gubernur Papua Tengah.

Dalam sambutannya, Ukago menyampaikan permohonan maaf dari Gubernur yang tidak dapat hadir karena sedang menangani situasi mendesak di wilayah Papua Tengah. Ia menjelaskan bahwa Pemprov Papua Tengah saat ini sedang fokus pada tiga isu utama.

“Pertama, program tahun 2025 belum berjalan maksimal karena pemerintah melakukan efisiensi anggaran. Kedua, tim anggaran sedang menyiapkan sekaligus memperbaiki program prioritas yang akan dijalankan mulai 2026. Ketiga, konflik di Kabupaten Mimika terutama terkait tapal batas dan hak ulayat masyarakat Mee dan Kamoro, sehingga memerlukan perhatian langsung dari Gubernur,” jelas Ukago.

Ia menegaskan bahwa tema wisuda tahun ini, “Diutus untuk Membalut Orang-Orang yang Terluka,” bukan sekadar slogan, tetapi panggilan pelayanan yang sangat relevan dengan kondisi masyarakat Papua.

“Papua adalah tanah yang indah, kaya budaya dan sumber daya alam, tetapi juga menyimpan banyak luka sejarah, luka sosial, dan luka batin yang diwariskan dari generasi ke generasi,” ujarnya.

Menurut Ukago, pelayanan gereja tidak hanya sebatas aktivitas kerohanian, tetapi harus menyentuh pemulihan manusia secara utuh. Ia menyoroti beberapa realitas yang dihadapi masyarakat Papua.

“Banyak anak muda jatuh bukan karena keinginannya, tetapi karena kurang pembimbing. Perempuan sering terluka karena minimnya perlindungan. Anak-anak Papua tumbuh dengan perasaan dipandang rendah. Keluarga kesulitan beradaptasi dengan perubahan zaman. Pemuda kehilangan arah dan kehilangan tempat pulang,” tuturnya.

Karena itu, ia menekankan pentingnya gereja hadir dengan pelayanan yang memulihkan batin, menyembuhkan trauma, memperkuat karakter, serta memberikan pendampingan bagi keluarga dan komunitas.

Ukago mengajak gereja dan para lulusan untuk menjadi suara bagi mereka yang belum mampu menyampaikan kisah hidupnya. “Anak-anak yang tidak mendapat akses pendidikan, perempuannkorban kekerasan, pemuda yang berjuang melawan kecanduan, dan keluarga yang tertekan secara ekonomi merekalah yang harus diperjuangkan,” tegasnya.

Penulis: Elias Douw

Editor: Sianturi