SALAM PAPUA (NABIRE) – Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua Tengah (DPRPT), Henes Sondegau, secara tegas menyatakan penolakan terhadap rencana eksploitasi tambang di Blok Wabu, Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah.

Sikap politik tersebut diambil sebagai bentuk keberpihakan terhadap aspirasi masyarakat dan mahasiswa Kabupaten Intan Jaya yang sejak 27 Juli 2025 secara konsisten menyuarakan penolakan melalui berbagai aksi demonstrasi.

Sebagai respons atas dinamika sosial tersebut, DPR Papua Tengah membentuk dua instrumen kelembagaan internal, yakni Panitia Khusus (Pansus) Kemanusiaan dan Tim Advokasi Blok Wabu. Laporan hasil kerja kedua tim ini disampaikan dalam Rapat Paripurna DPR Papua Tengah yang digelar di Ruang Utama Kantor DPR Papua Tengah, Senin (15/12/2025).

Ketua Tim Advokasi Blok Wabu, Henes Sondegau, menegaskan bahwa rapat paripurna tersebut memiliki makna strategis karena menjadi rapat perdana sekaligus menandai dimulainya kerja substantif DPR Papua Tengah sejak lembaga legislatif itu resmi terbentuk.

“Laporan hasil Pansus Kemanusiaan dan Tim Advokasi Blok Wabu ini merupakan rapat perdana sekaligus pekerjaan pertama DPR Papua Tengah. Puji Tuhan, pada 15 Desember 2025 seluruh agenda dapat terlaksana dengan baik,” ujar Henes usai rapat paripurna.

Ia mengakui bahwa proses kerja pansus dan tim advokasi tidak berjalan tanpa hambatan. Berbagai tantangan dihadapi, baik dari aspek teknis maupun dinamika politik. Namun demikian, seluruh tahapan dapat dilalui berkat kerja kolektif dan komitmen anggota DPR dalam menjalankan mandat rakyat.

Sebagai lembaga representatif, lanjut Henes, DPR Papua Tengah menempatkan aspirasi masyarakat akar rumput sebagai pijakan utama dalam setiap pengambilan sikap politik.

“Prinsip kami jelas. Aspirasi yang disampaikan dari bawah menjadi dasar perjuangan kami. Karena itu, DPR Papua Tengah menegaskan penolakan terhadap eksploitasi Blok Wabu,” tegasnya.

Lebih lanjut, Tim Advokasi Blok Wabu merekomendasikan agar DPR Papua Tengah pada tahun 2026 membentuk Panitia Khusus (Pansus) Pertambangan. Rekomendasi ini didasarkan pada temuan di lapangan terkait maraknya aktivitas pertambangan ilegal di sejumlah wilayah Papua Tengah yang dinilai berpotensi menimbulkan dampak serius bagi keselamatan masyarakat serta kelestarian lingkungan.

“Berdasarkan fakta di lapangan, saat ini terdapat banyak aktivitas tambang ilegal di Papua Tengah. Oleh karena itu, kami merekomendasikan pembentukan Pansus Pertambangan pada 2026 guna memperkuat fungsi pengawasan DPR,” jelas Henes.

Ia menambahkan, pimpinan DPR Papua Tengah telah merespons usulan tersebut dan akan membahasnya secara internal. Pembentukan Pansus Pertambangan dinilai krusial untuk memastikan tata kelola pertambangan yang transparan, melindungi masyarakat dari potensi konflik dan eksploitasi, serta menjaga keberlanjutan lingkungan alam Papua Tengah.

“Kita tidak hanya berbicara tentang Blok Wabu. Di wilayah lain seperti Weiland dan beberapa daerah lainnya di Papua Tengah juga terdapat aktivitas pertambangan yang membutuhkan pengawasan serius,” katanya.

Henes menegaskan bahwa fungsi DPR berbeda dengan eksekutif. Peran utama legislatif adalah pengawasan, termasuk memastikan setiap kebijakan dan aktivitas pertambangan berjalan sejalan dengan kepentingan rakyat, prinsip hak asasi manusia (HAM), serta kelestarian lingkungan hidup.

Penulis: Elias Douw

Editor: Sianturi