SALAM PAPUA (TIMIKA) - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua bekerjasama dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) melepasliarkan 501 labi-labi moncong babi (Carettochelys Insculpta) kembali ke habitatnya di Hutan Adat Nayaro, Kampung Nayaro, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, Selasa (28/11/2023).

Hadir dalam kegiatan ini, Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI Bidang Pangan, Indra Exploitasia, yang juga sebagai Plt. Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik (KKHSG).

Turut hadir pula Kepala Balai Besar KSDA Papua A.G. Martana, perwakilan dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Mimika, Balai Karantina Provinsi Papua Tengah, Polres Mimika, Kodim 1710 Mimika, KPHL VI Mimika, PT. Freeport Indonesia, MMP Nayaro, Blue Forest, dan para pihak terkait lainnya.

Sebelum dilepasliarkan, semua satwa telah menjalani masa habituasi di kandang transit Mile 21 PTFI.

Staf Ahli Menteri LHK Bidang Pangan, Indra Exploitasia memberi apresiasi kepada semua pihak yang telah bersama-sama melakukan pelestarian satwa endemik Papua.

Indra mengungkapkan bahwa satwa labi-labi moncong babi ini keberadaannya sangat terbatas. Di seluruh dunia hanya terdapat di Papua bagian selatan dan Australia. Untuk itu Indra mengajak semua pihak agar lebih menyadari bahwa satwa liar seperti labi-labi moncong babi akan jauh lebih bermanfaat bagi manusia apabila mereka tetap lestari di habitat alaminya.

“Semua satwa liar termasuk labi-labi moncong babi memiliki peran penting di dalam keseimbangan ekosistem. Untuk itu mari kita jaga bersama-sama keberadaan satwa liar Papua. Keseimbangan ekosistem juga menjadi esensi dari tercapainya keseimbangan ekologi dan ekonomi,” ungkapnya.

Vice President Environmental Division (Divisi Lingkungan) PTFI, Gesang Setyadi mengungkapkan, PTFI berkomitmen untuk terus berkontribusi dalam upaya konservasi alam dan keanekaragaman hayati Tanah Papua.

Dalam merealisasikan komitmen tersebut, sejak tahun 2006 PTFI telah berkolaborasi dengan BBKSDA Papua dalam kegiatan pelepasliaran satwa endemik Papua bersama para pemangku kepentingan terkait, serta upaya pengembalian satwa Papua dari provinsi lain di Indonesia ke Papua (translokasi).

Selain itu, dalam komitmennya, PTFI melalui Divisi Lingkungan juga melaksanakan program-program upaya mengonservasi alam dan keanekaraman hayati meliputi kegiatan konservasi, rehabilitasi, monitoring, edukasi dan kampanye lingkungan.

“Hingga saat ini, satwa yang sudah dilepasliarkan sebanyak 55.259 individu meliputi 199 ekor burung, 7 ekor buaya, 20 ekor biawak dan kadal, 23 ekor mamalia, 89 ekor ular dan 54.921 ekor kura-kura,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Balai Besar KSDA Papua, A.G. Martana mengatakan, pelepasliaran 501 labi-labi moncong babi ini melibatkan sangat banyak pihak.

“Kami menyampikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada PT. Freeport Indonesia, BKSDA Bali, BKSDA DKI Jakarta, semua UPT KLHK di Papua dan Papua Barat, pihak LSM, masyarakat adat Kampung Nayaro, serta semua pihak yang telah memberikan dukungan, baik langsung maupun tidak langsung. Semoga upaya-upaya kita dalam melestarikan keanekaragaman hayati Papua akan membuahkan hasil maksimal, yang dapat dinikmati anak-cucu kelak di masa mendatang,” ungkap Martana.

Pada kesempatan itu juga, Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Timika, Bambang H. Lakuy menjelaskan bahwa ratusan labi-labi moncong babi yang dilepasliarkan tersebut merupakan translokasi dari BKSDA Bali dan BKSDA DKI Jakarta tahun 2023.

Menurut dia, selama ini PTFI telah banyak memberikan dedikasi untuk kelestarian keanekaragaman hayati Papua, khususnya di Kabupaten Mimika.

“Satwa-satwa hasil sitaan, temuan, penyerahan masyarakat, ataupun translokasi, apalagi dalam jumlah yang banyak, selama ini menjalani habituasi di kandang transit Mile 21. Semua terawat dengan baik, sehat dan siap dilepasliarkan,” kata Bambang.

Bambang mengungkapkan bahwa Hutan Adat Nayaro merupakan lokasi yang representatif untuk melepasliarkan labi-labi moncong babi, mengingat lokasi hutan tersebut cukup sulit dijangkau dan masyarakat adat di sana memiliki kepedulian untuk melestarikan alam beserta kekayaan hayati di dalamnya.

“Untuk labi-labi di Indonesia memang hanya berada di Papua dan apabila ditemukan di luar Mimika maka sudah jelas itu merupakan pelanggaran. Kita akan mengedukasi masyarakat untuk melindungi satwa ini sehingga lingkungan Mimika bisa terjaga dan terus seimbang,” tuturnya. (*)

Penulis: Evita

Editor: Jimmy