SALAM PAPUA (TIMIKA) - PT Freeport Indonesia (PTFI) melalui Enviromental Division memasang bambu pengendap tailing dan gencar menanam mangrove penahan abrasi di Maura Ajikwa, Distrik Mimika Tengah Jauh, Kabupaten Mimika.

Simbolis pemasangan bambu dan penanaman Mangrove Estuary Structure Project dilakukan pada Rabu (22/11/2023), bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Disnakertrans, perwakilan Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (Lemasko) dan beberapa kontraktor lima kampung pemilik hak ulayat di Kabupaten Mimika, yang dihadiri Prof. Denny Nugroho Sugianto dari Universitas Diponegoro dan Prof. Dr. Roni Bawole dari Universitas Papua Manokwari.

VP Enviromental Division PTFI, Gesang Setyadi dalam sambutannya mengatakan bahwa kegiatan pemasangan bambu dan penanaman mengrove ini lantaran dampak yang paling besar yang dikelola dalam operasional PTFI ialah tailing.

PTFI mendapatkan persetujuan untuk mengendapkan tailing di area yang namanya Modification Ajikwa Deposition Area  (ModADA). Namun berdasarkan dokumen AMDAL, pengoperasian hingga 2041, maka tidak semua tailing ditampung di ModADA. Oleh karena itu, dua tahun terakhir PTFI diminta oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI untuk mencari solusi mengatasi masalah lingkungan khususnya di muara Ajikwa sehingga PTFI menggandeng beberapa Profesor dari UNIPA, ITB, IASTN dan beberapa universitas lainnya guna mencari solusi agar dapat menangani masalah itu.

Upaya yang dilakukan adalah membangun geobag berupa struktur yang diisi dengan tailing sekitar. Tujuannya ialah untuk mengendap tailing sehingga tidak ke laut. Kemudian ketika telah mengendap, maka ditanami mangrove untuk menahan abrasi. Selain geobag, juga akan ditanam bambu-bambu yang terpasang membentuk huruf E yang secara berlahan mengendap tailing.

"Berdasarkan hasil diskusi bersama beberapa universitas ternama yang cukup panjang, akhirnya ada beberapa inovasi yang disetujui oleh KLHK. Saat ini kita lakukan ini adalah salah satu komitmen PTFI yang dilakukan untuk pengendapan tailing," ungkap Gesang.

Lebih lanjut disampaikan bahwa PTFI berkomitmen untuk menanam mangrove seluas 500 hektar pertahun. Demikian juga struktur geobag yang akan dibangun 108 meter setiap tahun dengan panjang 2.800 meter, sedangkan untuk struktur bambu akan dibangun 2,700 meter pertahun.

Untuk menjalankan program ini, PTFI melibatkan kontraktor yang merupakan masyarakat dari 5 kampung sebagai pemilik ulayat di Kabupaten Mimika. Masing-masing kontraktor ini menyediakan bambu, material, membangun struktur dan menanam mangrove.

"Ini adalah bukti nyata upaya PTFI untuk melibatkan masyarakat dalam upaya pengelolaan lingkungan. Jadi masyarakat tidak hanya mendapatkan manfaat dari bisnis yang kita berikan, tapi mereka juga mendapat manfaat dari mangrove yang sudah ditanam," katanya.

Di samping itu, untuk di area pengendapan tailing telah ditanam seluas 1.160 hektar, sedangkan di wilayah Kuala kencana juga dilakukan penghijauan dengan harapan alam tetap lestari dan memberikan manfaat kepada generasi yang akan datang.

"Jadi saya harapkan 17 kontraktor ini dibina dengan baik. Sekarang hanya ada 17 kontraktor yang merupakan warga pemilik ulayat, tapi ke depannya akan ditambah menjadi 25 kontraktor yang akan bekerja di sini. Dari kontraktor-kontraktor yang ada juga bisa libatkan tenaga kerja masyarakatnya sendiri," tutur Gesang.

Sementara itu, SVP Community Development PTFI, Nathan Kum menyampaikan bahwa hari ini adalah peresmian penguatan struk pengendapan tailing. Ini merupakan salah satu komitmen PTFI dalam pengelolaan lingkungan hidup di wilayah muara sekaligus sebagai upaya membuka kesempatan kerja bagi kontraktor-kontraktor yang merupakan pemilik ulayat.

"Kalau di awal ini kita libatkan 17 kontaktor, maka ke depannya bisa bertambah sesuai apa yang telah disampaikan Pak Gesang," tegas Nathan.

Ke depannya, PTFI melalui Enviromental Division tetap bekerjasama dengan Lemasko, Pemkab Mimika dan masyarakat lima kampung pemilik ulayat sehingga operasi PTFI bisa berjalan dengan baik. Setiap program yang dilakukan oleh masyarakat diharapkan tetap didukung, baik oleh PTFI maupun Pemkab Mimika sehingga penyerapan tenaga kerja khusus masyarakat lokal bisa dilakukan.

Sedangkan Pemkab Mimika yang diwakili Sekretaris Disnakertrans Kabupaten Mimika, Santy Sondang memberi apresiasi atas inovasi PTFI dalam upaya pengendapan tailing. Diharapkan pengelolaan lingkungan bisa memberi manfaat bagi masyarakat ulayat. Demikian juga pengelolaan lingkungan wilayah pesisir yang dilakukan PTFI bisa menjadi role model bagi masyarakat luas.

Apresiasi juga disampaikan karena PTFI memprioritaskan keterlibatan kontraktor-kontraktor lima kampung. Dengan demikian, setiap kontraktor harus menjalankan tugasnya dengan baik sehingga bisa memberi dampak yang baik bagi lingkungan dan masyarakat.

"Program ini adalah dampak positif. Itu berarti lima kampung yang ada di sekitar wilayah ini bisa menambah peningkatan perekonomian," ucap Santy.

Hadir juga pada kesempatan tersebut, Prof. Denny Nugroho Sugianto dari Universitas Diponegoro secara singkat menjelaskan teknis struktur Estuary, dimana bambu yang dipasang ini adalah teknologi yang telah berhasil dikembangkan di wilayah laut di Pulau Jawa. Meski merupakan teknologi yang sederhana, tetapi bisa mengendap tailing dengan baik.

"Jangan khawatir. Ini teknologi yang sangat bagus diterapkan PTFI untuk menahan abrasi," ujarnya.

Perwakilan dari kontraktor lima kampung pemilik hak ulayat, Siprianus Oprawiri menyampaikan terimakasih kepada PTFI dan Pemkab Mimika atas dukungannya sehingga melibatkan pihaknya dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup. Diharapkan ke depannya dapat terus menjalin kerjasama sehingga bisa memberi manfaat bagi masyarakat ulayat, sehingga masyarakat ulayat bisa mandiri.

"Kami ucapkan terimakasih atas upaya PTFI dan Pemkab dalam menanggulangi masalah lingkungan. Kami sampaikan terimakasih karena kami pun diberi kesempatan untuk ikut mengelola lingkungan kami," ungkap Pemilik CV. Naima Jaya Indah ini.

Penulis : Acik

Editor : Jimmy