SALAM PAPUA (TIMIKA)- Minyak jelantah sering digunakan kembali untuk menggoreng makanan karena alasan ekonomis, tetapi kebiasaan ini dapat berdampak negatif bagi kesehatan. Meskipun minyak bekas tampak masih layak pakai, sebenarnya minyak jelantah mengandung senyawa berbahaya yang terbentuk setelah dipanaskan berulang kali.

Selain faktor harga, kurangnya informasi tentang bahaya minyak jelantah membuat sebagian orang masih terus menggunakan minyak goreng bekas. Minyak yang dipakai berulang kali biasanya berubah warna, berbau tengik, dan kehilangan kejernihannya.

Perubahan tersebut terjadi akibat terpapar panas dan udara, yang menyebabkan penurunan kualitas minyak serta pembentukan zat-zat berbahaya. Memahami dampak penggunaan minyak jelantah sangat penting agar Anda dapat memilih cara memasak yang lebih sehat untuk keluarga.

Bahaya Minyak Jelantah untuk Kesehatan

Makanan yang digoreng menggunakan minyak jelantah berpotensi menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Berikut beberapa risiko penting yang harus diwaspadai:

1. Risiko penyakit jantung dan pembuluh darah

Minyak jelantah mengandung asam lemak trans dan radikal bebas yang terbentuk selama proses pemanasan berulang. Kedua zat ini dapat menyumbat pembuluh darah dan meningkatkan tekanan darah, sehingga membuat Anda lebih rentan terhadap penyakit jantung, stroke, dan gangguan sirkulasi lainnya.

2. Peningkatan kadar kolesterol

Setiap kali minyak digunakan berulang, jumlah lemak jenuh di dalamnya akan bertambah. Lemak jenuh ini dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat (LDL) di dalam darah, yang berisiko memicu penyumbatan pembuluh darah dan berbagai komplikasi kesehatan, seperti serangan jantung maupun hipertensi.

3. Pembentukan zat karsinogenik

Pemanasan minyak secara berulang bisa memicu terbentuknya senyawa berbahaya, seperti akrolein dan polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH). Senyawa ini dikenal sebagai karsinogen yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker, terutama jika konsumsi makanan gorengan menjadi kebiasaan sehari-hari.

4. Gangguan pada saluran pencernaan

Makanan hasil gorengan dengan minyak jelantah cenderung lebih sulit dicerna dan dapat menimbulkan keluhan, seperti mual, sakit perut, diare, atau bahkan peradangan pada saluran pencernaan. Hal ini disebabkan oleh zat sisa pembakaran dan minyak rusak yang mengiritasi lambung dan usus.

5. Penurunan nilai gizi makanan

Proses penggorengan berulang membuat kandungan vitamin dan antioksidan dalam minyak dan makanan menurun drastis. Akibatnya, makanan yang dikonsumsi tidak lagi memberikan manfaat gizi optimal bagi tubuh, apalagi bila dibandingkan dengan makanan yang dimasak secara sehat.

Cara Mengurangi Dampak Minyak Jelantah

Mengurangi risiko kesehatan akibat minyak jelantah sangat penting, terutama jika Anda sering menggoreng makanan. Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan:

Batasi penggunaan minyak goreng maksimal hingga 2 kali pemakaian dan segera buang jika sudah berubah warna, berbau, atau berbusa. Saring minyak setelah digunakan untuk mengurangi sisa makanan yang dapat mempercepat kerusakan minyak.

Cobalah cara memasak lain seperti merebus, mengukus, atau memanggang, untuk mengurangi kebutuhan minyak goreng. Jangan buang minyak jelantah sembarangan. Simpan di wadah tertutup dan salurkan ke tempat penampungan limbah minyak untuk didaur ulang atau dimanfaatkan sebagai bahan bakar biodiesel.

Pilih minyak goreng yang sehat, seperti minyak dengan titik asap tinggi, dan hindari minyak curah yang tidak jelas kadar serta mutunya. Penggunaan minyak jelantah sebaiknya benar-benar dibatasi, apalagi jika makanan tersebut akan dikonsumsi setiap hari oleh seluruh anggota keluarga, termasuk anak-anak dan lansia. (Alodokter)

Editor: Sianturi