SALAM PAPUA (TIMIKA) – Rencana pembentukan Lembaga
Masyarakat Hukum Adat (LMHA) Mimika Wee yang digagas oleh Pemerintah Kabupaten
Mimika menuai penolakan dari Suku Aika Tipuka. Mereka menegaskan bahwa Aika
Tipuka merupakan pemilik hak ulayat sah di wilayah tersebut.
Penolakan ini didasarkan pada sejumlah bukti kuat, seperti
hasil riset, pengakuan Majelis Rakyat Papua (MRP), dan surat dari Kepala Dinas
Perhubungan kepada Lemasko, yang semuanya mengukuhkan status Suku Aika Tipuka
sebagai pemilik hak ulayat asli.
Sikap penolakan itu muncul setelah Suku Aika mengetahui
adanya diskusi pembentukan LMHA Mimika Wee yang digelar di Hotel Horison Ultima
Timika, Selasa (21/10/2025), dipimpin oleh Bupati Mimika Johannes Rettob dan
Wakil Bupati Emanuel Kemong. Dalam pertemuan itu, Pemkab Mimika menjelaskan
bahwa LMHA Mimika Wee bertujuan menyatukan berbagai organisasi masyarakat adat
Kamoro di bawah satu payung hukum.
Tokoh masyarakat Suku Aika, Joachim Leo Elsoin, menyatakan
bahwa pihaknya sangat keberatan karena pembentukan LMHA Mimika Wee dianggap
tidak mempertimbangkan fakta kepemilikan hak ulayat yang sah.
“Berdasarkan riset, pengakuan dari MRP, dan surat dari
Kepala Dinas Perhubungan kepada Lemasko, jelas bahwa kami, Suku Aika Tipuka,
adalah pemilik hak ulayat sah. Pembentukan lembaga ini tanpa pengakuan terhadap
hak kami adalah tindakan yang tidak bisa kami terima,” ujarnya melalui rilis
yang diterima SalamPapua.com.
Pihak Aika Tipuka juga mendesak pemerintah agar mengevaluasi
nama LMHA Mimika Wee, karena dianggap tidak mencerminkan pemilik hak ulayat
yang sebenarnya.
“Nama lembaga yang tepat adalah Lembaga Aika, sebab Kamoro
adalah Aika itu sendiri. Selain itu, yang seharusnya menjadi ketua lembaga
adalah pihak asli pemilik hak ulayat, yakni Aika, Tipuka, dan Ayuka,” lanjut
Joachim.
Selain menolak, Suku Aika Tipuka juga meminta agar
musyawarah adat segera digelar untuk menyelesaikan perbedaan pandangan ini.
Sementara itu, Ketua Lemasko, Gregorius Okuare, menilai
pembentukan LMHA Mimika Wee memiliki tujuan baik, namun pelaksanaannya perlu
memperhatikan hak ulayat yang sah.
“Lembaga ini memang bertujuan menyatukan masyarakat Kamoro,
tetapi kita tidak boleh mengabaikan fakta bahwa hak ulayat harus dihormati. Hal
ini penting agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan,” ujarnya.
Keberatan yang disampaikan Suku Aika Tipuka menjadi
pengingat penting bahwa pembentukan lembaga hukum adat harus berdasarkan bukti
kepemilikan hak ulayat yang sah serta melibatkan seluruh pemangku adat dalam
prosesnya.
“Pemerintah Kabupaten Mimika diharapkan segera mengambil
langkah mediasi untuk menyelesaikan persoalan ini agar tidak menimbulkan
konflik berkepanjangan di kalangan masyarakat adat Kamoro,” tutup Gregorius.
Penulis: Acik
Editor: Sianturi