SALAM PAPUA (TIMIKA) - Di tengah hiruk pikuk modern Jakarta,
Aula Klara Asisi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Unika Atma
Jaya, menjelma menjadi panggung janji suci, Selasa (4/10/2025) lalu,
Dimana, ada 23 orang dokter muda berdiri, mengambil sumpah
yang bukan sekadar ritual, melainkan peneguhan komitmen di gerbang era yang
penuh gejolak.
Dengan Tema upacara In Corde Lux, In Manibus Cura, atau hati
yang bersinar dan tangan yang menyembuhkan dengan kepedulian sang Dekan, dr.
Felicia Kurniawan dalam sambutan-nya menyentil sebuah manifesto untuk bertahan
di tengah revolusi, tantangan terbesar saat ini adalah kecerdasan buatan (AI)
yang mulai mengambil peran dalam kebijakan klinis.
Dekan Felicia menampik perlunya persaingan dengan mesin.
Sebaliknya, ia menawarkan konsep, Kolaborasi yang bijak, empati, dan etika.
"Di tengah perubahan ini, kalian dituntut untuk terus
belajar, namun, ada satu hal yang tidak boleh diubah yakni hati kalian yang
tulus untuk melayani,” ujarnya pada rilis yang diterima Salampapua.com, Rabu
(5/11/2025).
dr. Aprilda Yulifa Thalia Thomas Karupukaro. Thalia, seorang
putri berdarah Kamoro, kini resmi menjadi dokter kedua dari sukunya, menyusul
dokter gigi Priska Maria Poana.
Perjalanan Thalia adalah kisah keteguhan yang didukung penuh
oleh Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK) sebagai
orgnisasi pengelola dana kemitraan PT Freeport Indonesia.
Motivasinya menjadi dokter terlahir dari pengalaman yang
perih, sulitnya akses layanan kesehatan yang dialami, ia dan keluarganya di
tanah asalnya, Mimika, Provinsi Papua Tengah.
Kini, dengan gelar di tangan dan beasiswa penuh, Thalia tak
hanya membawa ijazah, tetapi juga sebuah misi. Ia berencana melanjutkan studi
ke spesialis THT (Telinga, Hidung, dan Tenggorokan) sebuah kebutuhan mendesak
bagi daerahnya.
"Untuk teman-teman generasi Papua, jangan takut untuk
memiliki mimpi yang lebih besar, semua itu akan bisa kita dapati kalau ada
tekad dan semangat,” ucapnya.
Ia adalah salah satu jembatan penghubung, antara mimpi besar
Papua dan realitas pendidikan tinggi yang ketat.
Ketua Pengurus YPMAK dan doktor pertama Suku Kamoro, Dr.
Leonardus Tumuka, menceritakan sejarah panjang pengelolaan dana kemitraan PT
Freeport Indonesia, lebih 29 tahun—terus berevolusi dari PWT2 hingga YPMAK hari
ini.
Leo adalah simbol hidup dari visi YPMAK. Leo menegaskan
komitmen-nya mengubah pengelolaan dana kemitraan yang berkualitas. Senyum
bangganya saat menyaksikan dr. Thalia bersumpah adalah bagian dari babak
lanjutan sejarah peserta beasiswa yang sukses.
Keberhasilan Thalia, bersama 3 dokter sebelumnya yang telah
dilahirkan YPMAK didukung mitra pengelola Yayasan Binterbusih adalah hasil
kerja kolektif dan peletakan dasar yang kuat oleh pengurus sebelumnya. Namun,
fokus YPMAK ke depan adalah penajaman: Kualitas Lulusan.
"Tinggalkan aktfitas yang merugikan diri sendiri dan
orang tua, fokus pada studi, agar cepat selesai, karena masih banyak adik-adik
Amungme dan Kamoro yang menunggu, yang studi kedokteran sudah pada fase Co ass
segera selesaikan studi, termasuk bidang-bidang lainya, Tanah Papua menunggu
bhakti-mu " pesan Dr. Leonardus Tumuka.
Wakil Ketua Pengurus YPMAK bidang Program, Ferry Magai
Uamang, juga menekankan bahwa anak-anak Amungme dan Kamoro tidak hanya didorong
untuk studi, melainkan diarahkan pada jurusan yang dibutuhkan dunia kerja,
seperti teknik pertambangan, IT, dan kedokteran. Tujuannya jelas untuk mencegah pengangguran
intelektual.
dr. Aprilda Yulifa Thalia Thomas Karupukaro, dengan sumpah
yang baru diucapkan, kini membawa api dari Jakarta kembali ke Papua. Ia adalah
janji hidup bahwa dengan tekad dan dukungan, jurang kesenjangan pelayanan
kesehatan dapat dijembatani oleh putra-putri Papua sendiri, membuktikan bahwa
hati yang bersinar adalah penangkal paling ampuh di era apapun.
Seremoni itu diperkaya oleh kehadiran barisan saksi dari
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK) sebagai organisasi
pengelola Dana Kemitraan P Freeport Indonesia. Mereka hadir untuk menegaskan
bahwa janji yang diucapkan di Jakarta ini berakar kuat dari bumi Papua.
Mendampingi Leonardus, Ferry Magai Uamang, Wakil Ketua
Pengurus YPMAK Bidang Program, yang juga menyelesaikan studi S1 dan S2 dari
bantuan beasiswa YPMAK, Ferry Uamang adalah penjaga gerbang kualitas, yang
memastikan bahwa setiap anak Amungme dan Kamoro tidak hanya lulus, tetapi lulus
dengan standar yang mampu bersaing dan terserap oleh dunia kerja. Kehadirannya
adalah penegasan: investasi ini berorientasi pada hasil, bukan sekadar angka.
Sementara itu, Ketua Pembina YPMAK, turut hadir mewakili
donator PT Freeport Indonesia, Enggel Enock menyampaikan, ia adalah pilar moral
dan etika, bersama Ketua Pembina Yayasan Binterbusih, Paulus Sudiyo (sebagai
mitra pengelola program), kehadiran mereka merangkai sebuah jaringan dukungan
yang utuh dari pendidikan formal, pendampingan spiritual, hingga administrasi
program.
Kehadiran para tokoh ini, menjamin bahwa setiap dokter yang
baru lahir, terutama yang kembali ke Tanah Papua, akan membawa serta bukan
hanya ilmu dari Jakarta, tetapi juga restu dan dukungan logistik dari yayasan
yang telah mengasuh mimpinya sejak bangku sekolah.
“Di bawah naungan sumpah yang suci, dengan disaksikan oleh
Dekan yang visioner dan para pemimpin dari Tanah Papua, 23 dokter muda itu kini
dilepas menuju pengabdian. Mereka membawa harapan, bukan hanya bagi pasien yang
mereka temui, tetapi bagi masa depan kesehatan di Mimika dan Tanah papua,”
pungkasnya.
Penulis: Evita
Editor: Sianturi

