SALAM PAPUA (TIMIKA) – Masyarakat Kapiraya, Distrik Mimika Barat Tengah, Kabupaten Mimika, menyampaikan tujuh tuntutan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika. Tuntutan tersebut diterima langsung oleh Wakil Bupati Mimika, Emanuel Kemong, didampingi Ketua DPRK Primus Natikapereyau, PJ Sekda Abraham Kateyau, serta Kapolres Mimika AKBP Billyandha di Balai Kampung Kapiraya, Selasa (1/12/2025).

Pernyataan sikap masyarakat dibacakan oleh pemuda Kapiraya, Alpius Minama.

1. Penyelesaian Tapal Batas Suku Mimika Wee dan Suku Mee

Masyarakat meminta Bupati, Wakil Bupati, dan Sekda segera menyelesaikan persoalan tapal batas antara suku Mimika Wee dan suku Mee. Mereka menilai keberadaan suku Mee di wilayah adat Mimika Wee dapat mengancam hak warisan leluhur.

Masyarakat menolak upaya kompromi apa pun dan meminta suku Mee meninggalkan wilayah adat Mimika Wee, dari Potowai hingga Nakai.

2. Penempatan Satgas Pengamanan

Masyarakat meminta sebelum adanya penarikan aparat gabungan, Pemkab memastikan penempatan Satgas Pengamanan TNI–Polri di Kapiraya dan Bandara Kapiraya untuk menjaga keamanan.

3. Evaluasi Aparat dan Pemimpin Kampung

Masyarakat meminta Bupati memberi ketegasan kepada aparat kampung yang dinilai tidak menjalankan fungsi pembinaan dan tidak mampu memberikan motivasi kepada pemuda Kapiraya, khususnya dalam menghadapi konflik tapal batas.

4. Peran Lembaga Adat dan Pembangunan Tugu Batas

Pemuda Kapiraya meminta lembaga adat tidak menutup mata dan segera memperjelas tapal batas tanah adat Mimika Wee. Mereka mengusulkan pembangunan tugu batas dari muara hingga kaki gunung agar batas wilayah adat jelas dan dapat dipahami generasi muda.

5. Klarifikasi Konflik dan Informasi Hoaks

Pemuda suku Mimika Wee menegaskan bahwa informasi di media sosial yang menyebut adanya campur tangan suku lain dalam insiden bentrok adalah hoaks. Mereka menyebut serangan balasan yang terjadi beberapa waktu lalu merupakan aksi spontan setelah salah satu pemuda mereka terluka akibat panah.

Masyarakat kembali menegaskan agar batas wilayah adat dari Potowai hingga Nakai ditetapkan secara resmi.

6. Penolakan Tambang Ilegal dan Alat Berat

Masyarakat menolak aktivitas alat berat dan penambangan ilegal di wilayah adat mereka. Mereka meminta Pemkab mengambil tindakan tegas terhadap penambang ilegal dari luar daerah maupun dari Timika, yang dinilai menjadi sumber konflik.

7. Evaluasi Infrastruktur Pemerintah yang Tidak Berfungsi

Masyarakat meminta Pemkab mengevaluasi berbagai bangunan pemerintah yang belum dimanfaatkan, antara lain: fasilitas air bersih yang tidak berfungsi, kantor distrik di kilometer 2 hutan yang belum digunakan, jaringan Tower Bakti yang aktif tetapi lemah, PLTS yang berfungsi tetapi kekurangan daya (diminta ditambah hingga melayani 12 jam), dan balai kampung yang dalam kondisi rusak dan perlu dibangun kembali.

Usai menerima aspirasi, Wakil Bupati Mimika Emanuel Kemong menyatakan pihaknya akan menindaklanjuti seluruh tuntutan tersebut.

“Saya akan bawa aspirasi ini. Terkait peta wilayah, Bupati sudah memiliki datanya. Ada undang-undang dan juga putusan menteri. Bahan ini akan kami bawa ke pusat untuk dibahas dan diputuskan secara baik dan benar,” ujarnya dalam rilis yang diterima Salampapua.com.

Kemong menegaskan bahwa aspirasi masyarakat umumnya serupa, yaitu meminta batas wilayah kabupaten disesuaikan dengan batas wilayah adat, khususnya hak ulayat suku Mimika Wee.

Penulis: Evita

Editor: Sianturi