SALAM PAPUA (TIMIKA) - Keputusan Mahkamah Konstitusi
(MK) yang membolehkan berkampanye terkait Pemilu di tempat pendidikan menuai kontra
dari beberapa Kepala Sekolah di Mimika.
Diketahui berdasarkan Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023,
dalam amar putusannya MK membolehkan kampanye di tempat pendidikan dan
fasilitas pemerintah sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat
dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye Pemilu.
Beberapa sekolah khawatir kampanye dapat memicu perselisihan
antar pendukung calon di dunia pendidikan.
Kepala Sekolah SMAN 1 Mimika, Matheus Mamo mengatakan sangat
keberatan dengan adanya izin kampanye Pemilu yang dilakukan di sekolah. Ia
menginginkan agar sekolah tetap netral, tanpa memasukan unsur politik kepada
anak-anak siswa.
“Ini merupakan hal baru buat kami di sekolah, perlu adanya
sosialisasi dari Dinas, namun menurut saya ini sangat tidak pantas,” ujarnya kepada
salampapua.com, Sabtu (23/9/2023).
Menurut dia, jika kampanye Pemilu diadakan di sekolah
dikhawatirkan akan memunculkan kelompok-kelompok kecil.
“Jangan sampai ada kampanye dari kubu satu lalu datang lagi
kubu satunya. Anak-anak ini seharusnya fokus ke belajar, tidak boleh fokus di
hal-hal seperti itu. Kalau memang bicara soal pemilih pemula, sebaiknya
anak-anak yang umur 17 tahun diberikan sosialisasi dari wilayah mereka
(berdomisili),” jelasnya.
Sama halnya dengan Kepala Sekolah SMKN 3 Mimika, Jhon Leamuk
mengungkapkan bahwa putusan yang dikeluarkan MK tidak tepat sasaran. Pasalnya
sekolah bukanlah tempat untuk mengkampanyekan Pemilu.
“Saya rasa kalau putusan itu sudah dikeluarkan dan diedarkan
ke sekolah saya akan menolak, saya sebagai kepala sekolah tidak setuju akan hal
seperti itu,” ujarnya.
Menurut Jhon, murid mempunyai tugas untuk belajar, tidak
untuk mengikuti kegiatan-kegiatan kampanye dan memikirkan masalah Pemilu.
“Kalau pun bicara tentang umur 17 tahun, di sekolah tidak
semua anak berumur 17 tahun, jelas kalau (kampanye) sudah masuk di sekolah,
anak-anak yang lain bisa terganggu. Jadi kalau mau kampanye di luar sekolah
saja,” ungkapnya.
Wartawan: Evita
Editor: Jimmy