SALAM PAPUA (TIMIKA) - Dua Totem Kamoro dari Kabupaten
Mimika, Papua Tengah, kini menambah keindahan Danau Toba, tepatnya di Pelataran
Totem Dunia, Kawasan Waterfront City Pangururan, Samosir, Sumatera Utara.
Dalam peresmian yang dilakukan Bupati Samosir Vandiko T.
Gultom ini, Totem Kamoro terlihat tinggi menjulang berdampingan dengan Totem
Batak dari Sumatera Utara.
Direktur dan EVP Sustainable Development PT Freeport
Indonesia (PTFI) Claus Wamafma mengatakan Penyerahan Totem telah dilaksanakan
PTFI dan Yayasan Maramowe pada September 2023 kepada pihak Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Pelataran Totem Dunia, Danau
Toba.
Claus mengungkapkan, PTFI memboyong kedua Totem Kamoro
menggunakan kapal besar yang berlabuh selama tujuh hari. Berangkat dari
pelabuhan Amamapare, Timika, menuju pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, kemudian
lanjut pengiriman lewat darat selama empat hari hingga tiba di Danau Toba.
Dia berharap Totem Kamoro yang kini telah menghiasi Danau
Toba dapat membuka akses pengunjung untuk menyaksikan keindahan seni dan budaya
Papua.
“Totem Kamoro merupakan karya seni seniman kampung Mioko
dari pesisir selatan Kabupaten Mimika, Papua Tengah, yang dipersembahkan
masyarakat suku Kamoro kepada masyarakat Batak Kawasan Danau Toba sebagai tanda
persahabatan,” kata Claus Wamafma dalam rilis yang diterima salampapua.com,
Kamis (23/11/2023).
Sementara itu Bupati Samosir Vandiko T. Gultom menyampaikan
terima kasihnya atas dukungan PTFI yang juga berkolaborasi dan bersinergi dengan
Pemerintah Kabupaten Samosir dalam upaya pelestarian budaya yang menghadirkan
Totem Kamoro. Totem Kamoro di Danau Toba ini menjadi lambang persahabatan
antara suku Batak dan suku Kamoro Papua.
“Tentu kita berharap ini akan memberikan satu keunikan
sendiri, walaupun kita memiliki beragam budaya namun kita dapat berdiri
bersama. Ini adalah pesan yang dibawa pelataran ini dan tentu dengan adanya
totem-totem ini semakin menguatkan Indonesia sebagai negara yang berbudaya dan
Kabupaten Samosir semakin menyatakan bahwa kami sebagai daerah titik awal
peradaban bangsa Batak,” kata Vandiko.
Tentang Totem Kamoro
Totem Kamoro diukir dengan penuh kesungguhan oleh para
Pengukir suku Kamoro dari kampung Mioko di bawah naungan Yayasan Maramowe.
Suku Kamoro berada di pesisir Selatan Papua. Suku ini juga
terkenal memiliki keahlian mengukir yang sudah ada sejak zaman dahulu. Bahkan
seorang budayawan kelahiran Hungaria berkebangsaan Amerika Serikat bernama Dr.
Kal Muller pernah menggelar pameran khusus bertajuk Kamoro Kakuru (Festival
Kamoro) di Kabupaten Mimika.
Pendiri Yayasan Maramowe Weaiku Kamorowe, Luluk Intarti
menjelaskan kedua totem ini menjadi totem Kamoro tertinggi dan terbesar yang
pernah dibuat untuk luar daerah Mimika.
Totem pertama, Mbitoro yaitu Totem sakral dalam adat Karapao
dan Wemawe yang merupakan figur leluhur suku Kamoro.
Totem Mbitoro memiliki tinggi 8,4 m, diameter 1,1 m dengan
berat sekitar 6 ton, merupakan kelengkapan sakral pada inisiasi Karapao bagi
anak-anak lelaki Kamoro untuk memasuki fase remaja dan mempersiapkan diri
mengemban pewarisan hak adat.
Mbitoro terdiri dari dua bagian, totem Wemawe di bagian
bawah serta sayap di bagian atas. Totem ini dibuat dari satu pohon kayu besi
(Intsia bijuga). Batang pohon diukir menjadi Wemawe dan akarnya sebagai sayap.
Masyarakat Kamoro percaya bahwa Mbitoro ditemukan dari dasar
sungai, sesuai mitos bahwa Opokoro Muanoro (manusia yang hidup di atas tanah)
dan Mimare Muanoro (sosok roh dalam sungai) adalah pemilik awal Mbitoro.
Totem kedua, Wemawe memiliki panjang 8,2 m, diameter 98 cm
dan berat 3,5 ton. Totem ini melambangkan penghormatan dan ungkapan terima
kasih kepada orang tua berkuasa yang belum lama meninggal dunia. Bantuan dan
perlindungannya kini diharapkan oleh keturunan mereka.
Adapun bahan baku kerajinan kedua totem ini adalah pohon
kayu besi yang ada di sekitar pemukiman Suku Kamoro. Dalam proses mengukirnya
pun Suku Kamoro memegang teguh budaya daerah setempat. Terdapat simbol-simbol
dalam totem seperti kulit buaya, gigi ikan, mopere dan lainnya yang dianggap
sebagai representasi keseharian hidup nenek moyang Suku Kamoro.
“Budaya ukir Kamoro ini dapat terus bertahan ketika generasi
muda mengetahui bahwa apa yang telah dilakukan pendahulunya menjadi satu
kebanggaan tersendiri yang menjadi ikon nasional nantinya,” kata Luluk.
Melalui dukungan dari PT Freeport Indonesia, Yayasan
Maramowe memasarkan dan memamerkan hasil kerajinan Suku Kamoro hingga ke
kota-kota besar lainnya. Selain untuk promosi budaya, produk-produk seni
tersebut juga memberi pemasukan tambahan bagi masyarakat karena hasil dari
penjualan sepenuhnya dikembalikan kepada para pengrajin.
Editor: Jimmy