SALAM PAPUA (TIMIKA) – Tokoh Pemuda dan Intelektual Mimika, Araminus Omaleng, mendesak Pemerintah Kabupaten Mimika untuk segera mengambil langkah tegas terhadap PT Honay Ajkwa Lorentz (HAL) yang diduga menelantarkan sejumlah pencari kerja Orang Asli Papua (OAP) asal Mimika di Jakarta. Menurutnya, perusahaan tersebut tidak hanya abai terhadap komitmen sosialnya, tetapi juga telah mempermainkan harapan anak-anak muda Papua.

“PT HAL harus segera bertanggung jawab dan di-blacklist dari seluruh aktivitas usaha di Kabupaten Mimika,” tegas Araminus saat menghubungi Redaksi Salam Papua, Kamis malam (1/5/2025).

Terkait klarifikasi yang disampaikan PT HAL melalui mediasi beberapa waktu lalu, Araminus menyebutkan bahwa upaya tersebut tidak kredibel dan justru mempermalukan perusahaan itu sendiri.

“Klarifikasi yang disampaikan sangat memalukan dan tidak jelas. Seharusnya yang bicara langsung adalah Direktur PT HAL, bukan orang lain,” ujarnya.

Lebih lanjut, Araminus menyoroti praktik manipulatif perusahaan yang dianggapnya memperalat masyarakat asli Papua dalam konflik ini.

“Stop memperalat orang asli Papua. Stop pakai para orang tua kami yang tidak tahu menahu soal hal-hal begini. Mereka dikedepankan seolah mewakili, padahal justru dijadikan tameng untuk menutupi kebohongan perusahaan. Ini cara-cara yang tidak beradab,” katanya dengan nada tegas.

Sebagai salah satu pemuda Amungme yang sejak awal mengawal kehadiran PT HAL yang dinilainya ilegal di Mimika, Araminus mengapresiasi langkah cepat Bupati Mimika, Johannes Rettob, yang langsung menginstruksikan Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) untuk menjemput para pencari kerja yang ditelantarkan di Jakarta.

“Terima kasih kepada Pak Bupati Johannes Rettob yang telah menunjukkan keberpihakan nyata kepada rakyat kecil. Beliau turun tangan langsung memulangkan anak-anak pencaker yang ditelantarkan. Ini bentuk kepemimpinan yang berpihak dan tanggap,” tambahnya.

Diketahui, para pencari kerja asal Mimika sebelumnya diberangkatkan oleh PT HAL ke Jakarta dengan janji pekerjaan, namun hingga berhari-hari mereka tidak mendapat kejelasan status kerja maupun fasilitas hidup layak. Kasus ini kini menjadi perhatian publik dan memicu kecaman luas terhadap pola rekrutmen dan tanggung jawab sosial perusahaan tersebut.

Penulis/Editor: Sianturi