SALAM PAPUA (KLUNGKUNG) – Dalam upaya memperkuat semangat toleransi antarumat beragama serta mempersiapkan diri menuju Harmony Award 2025, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Mimika melakukan kunjungan studi komparatif ke Desa Gelgel, Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali, Selasa (23/06/2025).

Rombongan FKUB Mimika dipimpin oleh Ketua FKUB Dr. Jeffrey C. Hutagalung, MPhil, dan didampingi oleh Sekretaris Badan Kesbangpol Mimika, Alfasiah, Kepala Kantor Kementerian Agama Mimika Gabriel Rettobyaan, serta para pengurus dan anggota FKUB Kabupaten Mimika. Kedatangan rombongan yang tiba pada Selasa subuh disambut hangat oleh Kepala Kantor Kemenag Klungkung Putu Indira Badrawati, Ketua FKUB Klungkung I Gusti Marsi Warsika, Ketua MUI Klungkung Agus Radiman, Perbegel Desa Gelgel Sahidin Ama, serta unsur TP PKK setempat, dalam pertemuan resmi yang berlangsung di Balai Desa Gelgel, Rabu (24/06/2025).

Dalam sambutannya, Perbekel Desa Gelgel Sahidin Ama menjelaskan bahwa Desa Gelgel telah menjadi kampung Muslim sejak abad ke-14, tepatnya sekitar tahun 1400 M, saat Raja Majapahit Hayam Wuruk membawa warga Muslim dari Jawa Timur ke Bali.

"Desa kami berdiri di atas lahan seluas 8,5 hektare dan dihuni 100 persen warga Muslim. Meski kami berada di Provinsi Bali yang mayoritas Hindu, namun pelayanan pemerintah terhadap desa kami setara dengan desa lainnya. Hak dan kewajiban kami dipenuhi secara adil,” ujar Sahidin.

Ia menambahkan bahwa toleransi yang tumbuh di Bali bukan sekadar slogan, tetapi telah menjadi warisan budaya turun-temurun. “Kami hidup berdampingan dalam harmoni. Setiap tahun saat Ramadan, kami menggelar buka puasa bersama dan mengundang seluruh elemen masyarakat tanpa sekat. Ini adalah bukti nyata dari Bhinneka Tunggal Ika," tegasnya.

Ketua FKUB Klungkung, I Gusti Marsi Warsika, turut mengisahkan bahwa cikal bakal kerukunan di Bali telah terbentuk sejak masa kerajaan. Ia menyebut toleransi sudah dijaga bahkan sejak Raja Majapahit membawa 40 kepala keluarga Muslim ke Bali tanpa memaksa mereka meninggalkan keyakinannya.

“Kerukunan umat beragama di Bali adalah realitas sejarah. Benda-benda arkeologi membuktikan itu. Masyarakat Bali sangat terbuka, dan siapa pun diterima dengan baik,” ungkapnya.

Ia juga menyebutkan adanya berbagai keturunan bangsa lain seperti Portugis yang hidup harmonis di Bali, ditandai dengan nama-nama khas seperti Darje dan Dorce Metan.

Sementara itu Ketua FKUB Mimika, Dr. Jeffrey C. Hutagalung menyampaikan apresiasi atas penerimaan yang hangat serta pengalaman yang berharga selama kunjungan.

“Kami memilih Bali sebagai lokasi studi karena kuatnya nilai-nilai budaya, religiusitas, serta keberhasilan dalam merawat kerukunan. Kami berharap bisa belajar dan menerapkannya di Mimika,” ucapnya.

Ia menyampaikan bahwa pembangunan di Mimika tidak hanya soal infrastruktur atau ekonomi, tetapi juga menyangkut pembangunan manusia yang utuh.

“Kita membutuhkan ruang untuk menikmati kedamaian, bukan hanya secara fisik, tetapi juga batiniah. Maka kerukunan antarumat beragama menjadi kunci,” katanya.

Namun ia juga menyoroti persoalan distribusi miras di Mimika yang menurutnya masih perlu perhatian khusus.

“Meski hanya ada satu distributor resmi, peredaran miras ilegal tetap marak dan berdampak negatif pada sosial masyarakat. Ini harus kita benahi bersama,” tegas Jeffrey.

Sedangkan Sekretaris Kesbangpol Mimika, Alfasiah, menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Mimika sangat mendukung kegiatan FKUB sebagai bagian dari program strategis nasional.

“Sejak 2021, kami memberikan bantuan hibah untuk FKUB. Tahun ini bahkan mencapai Rp 2 miliar, sebagai bentuk komitmen dan upaya memperkuat kerukunan,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa secara indikator, Mimika sebenarnya sudah memenuhi syarat meraih Harmony Award. “Namun PR kita adalah membentuk Kampung Kerukunan yang diakui secara formal. Bukan sekadar membangun gapura, tetapi bagaimana masyarakat benar-benar hidup dalam kerukunan,” tambahnya.

Kepala Kemenag Mimika, Gabriel Rettobyaan, dalam sambutannya menegaskan pentingnya kesatuan pemahaman dari para pemimpin agama hingga akar rumput.

“Kita semua bersaudara. Meski berbeda keyakinan dan latar belakang, kita harus satu suara dalam menjaga keharmonisan. FKUB adalah mitra strategis pemerintah, dan memiliki peran besar dalam menjaga stabilitas sosial,” ujarnya.

Kegiatan studi komparatif ini diakhiri dengan diskusi bersama dan tukar cinderamata antar kedua pihak sebagai simbol persaudaraan dan komitmen menjaga kerukunan antarumat beragama di Indonesia.

Penulis/Editor: Sianturi