SALAM PAPUA (TIMIKA) – Elfrida Natkime, putri ketiga Silas Natkime dan cucu Tuarek Natkime, memilih pulang dan melakukan penelitian di tanah kelahirannya di Banti, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua Tengah, sebagai penelitian awal dalam proses pemenuhan syarat untuk penyelesaian studinya di Oregon State University, Amerika Serikat.

Elfrida Natkime saat ini merupakan mahasiswa tingkat akhir di kampus tersebut dengan jurusan double major, yakni Science Agriculture in Crop & Soil dan Resilient Agroeconomy.

Kepada salampapua.com belum lama ini, Elfrida mengisahkan cita-citanya sejak kecil yang berkeinginan untuk menjadi Polisi atau Tentara, namun atas bimbingan dan arahan dari orang tuanya, dia akhirnya menjatuhkan pilihan untuk melanjutkan studi di bidang pertanian.

Memilih bidang pertanian, bukan tanpa alasan. Karena menurut orang tuanya, bertani bukan hanya sekedar kebiasaan namun sudah menjadi budaya bagi orang-orang Suku Amungme, salah satu suku asli Papua di Kabupaten Mimika, yang adalah suku asli dari Elfrida Natkime sendiri.

“Awalnya saya sebenarnya bercita-cita ingin menjadi Polisi atau Tentara. Namun arahan dari Bapak saya (Silas Natkime) dan Bapak Ray Manurung, bahwa emas dan tembaga bisa habis, tapi bertani itu adalah budaya yang harus kita jaga dan terus dilestarikan,” ujarnya kepada salampapua.com saat berada di Timika setelah melakukan penelitian selama beberapa hari di Banti.

Elfrida pun mengungkapkan alasan mendasar dirinya memilih pulang dan menjadikan tanah kelahirannya sebagai locus (lokasi) penelitian awalnya, karena dia hendak mengkaji dari sisi psikologi masyarakat setempat dalam menjaga dan melestarikan budaya bertani, yang mana di sisi lain sebagai lokasi yang merupakan daerah pegunungan (Tembagapura) sebagai area terdampak dari operasi Pertambangan PT Freeport Indonesia yang notabene masyarakat setempat sering menerima berbagai fasilitas dari PT Freeport Indonesia sebagai konsekuensi atas aktivitas pertambangan di wilayah milik masyarakat tersebut.

“Jadi dalam penelitian ini, saya ingin mengkaji terkait dengan berbagai fasilitas yang freeport berikan untuk masyarakat, apakah masyarakat setempat masih memiliki komitmen dan tetap terjaga budaya bertani mereka? Seperti apa kondisi psikologi masyarakat setempat yang memiliki kebiasaan sebagai petani dengan berbagai karakteristik budaya Papua/Amungme setelah menerima berbagai fasilitas yang Freeport berikan?” ungkapnya.

Elfrida secara khusus menyampaikan terima kasihnya kepada beberapa pihak yang terlibat langsung dan turut mendukung proses penelitiannya tersebut.

“Special thanks to LeRoy Hollenbeck (my mentor dari CSR Freeport McMoran), Professor Carolyn Cook (my mentor) – peneliti dari tahun 1997-2007 untuk suku Amungme dan orang pertama yang memperkenalkan kopi di tanah Amungsa di Utikini, Professor Stefan Seiter (professor saya yang meng-guide penelitian ini), dan Bapak Claus Wamafma (Director & EVP Sustainable Development PT Freeport Indonesia, yang mensupport untuk akomodasi dan pengawalan ke Banti),” tuturnya.

Diketahui, penelitian Elfrida Natkime ini dilakukan atas kolaborasi antara Oregon State University, Amerika Serikat, dengan Universitas Kristen Indonesia Tomohon (UKIT), Sulawesi Utara. Sehingga salah satu pakar psikologi dari UKIT yang merupakan pembimbing eksternal Elfrida, yakni Dr. Preysi Sherly Siby,S.E,S.Pd,M.Si,M.Psi,Psikolog, ikut terjun langsung mendampingi Elfrida saat melakukan penelitian di Banti 1, Banti 2 dan Opitawak, sebagai locus atau daerah sasaran penelitian.

Penulis/Editor: Jimmy