SALAM PAPUA (TIMIKA)- Apakah ADHD bisa sembuh adalah
pertanyaan yang sering muncul di kalangan orang tua maupun penderitanya.
Kondisi ini kerap membuat khawatir karena dianggap mengganggu perkembangan dan
kualitas hidup. Namun, pemahaman yang tepat mengenai ADHD dan penanganannya
sangat penting agar Anda dapat mengambil langkah terbaik.
ADHD (attention deficit hyperactivity disorder) merupakan
gangguan perkembangan saraf yang biasanya mulai terlihat sejak masa
kanak-kanak. Kondisi ini ditandai dengan kesulitan memusatkan perhatian,
perilaku hiperaktif, serta impulsivitas yang sulit dikendalikan.
Banyak yang bertanya-tanya apakah ADHD bisa sembuh? Dan
tidak sedikit pula yang mengira bahwa kondisi ini dapat sembuh total seiring
bertambahnya usia. Salah persepsi tentang arti “sembuh” pada ADHD pun kerap
ditemui di masyarakat.
Apakah ADHD Bisa Sembuh?
Banyak orang tua dan penderita berharap bahwa ADHD bisa
sembuh seperti halnya penyakit infeksi. Namun, secara medis, ADHD adalah
gangguan perkembangan otak yang sifat dasarnya cenderung menetap sepanjang
hidup.
Gejala-gejala ADHD memang dapat berkurang dan lebih mudah
dikendalikan jika mendapatkan terapi dan dukungan yang tepat, sehingga
penderita bisa menjalani hidup hampir seperti individu tanpa ADHD.
Pada sebagian orang, gejala utama, misalnya sulit fokus atau
perilaku hiperaktif, dapat semakin berkurang saat dewasa. Namun, hal ini tidak
menandakan ADHD benar-benar hilang sepenuhnya.
Sampai saat ini, belum ada obat yang dapat menyembuhkan ADHD
secara total. Terapi dan obat-obatan hanya berfungsi untuk membantu mengelola
gejala. Jadi pertanyaan mengenai apakah ADHD bisa sembuh sudah terjawab, ya.
Tidak sedikit yang menganggap bahwa ADHD pasti akan hilang
seiring bertambahnya usia. Faktanya, sebagian besar penderita tetap membawa
ciri-ciri ADHD hingga dewasa, walaupun gejalanya sering kali menjadi lebih
ringan dan terkendali.
Pilihan Penanganan ADHD agar Gejala Terkelola Optimal
Penanganan ADHD berfokus pada pengelolaan gejala agar
penderita dapat beradaptasi dan memiliki kualitas hidup yang baik. Berikut ini
adalah beberapa pilihan penanganan yang efektif:
1. Terapi perilaku
Terapi ini bertujuan membantu penderita belajar mengelola
perilaku yang impulsif atau sulit dikendalikan. Misalnya, anak diajari
mengenali emosi marah dan cara menenangkan diri saat merasa kesal.
Orang tua dan guru juga dapat menggunakan sistem
penghargaan, seperti memberikan pujian atau stiker, jika anak berhasil
mengikuti aturan atau menyelesaikan tugas. Dengan terapi ini, anak diajak
berlatih membuat keputusan yang lebih baik serta mengendalikan reaksi spontan
yang bisa mengganggu kegiatan sehari-hari.
2. Terapi edukasi dan dukungan keluarga
Orang tua, saudara, dan keluarga lain sebaiknya diberi
pemahaman mengenai karakteristik ADHD agar dapat berempati dan tahu cara
mendampingi anak. Contohnya, keluarga bisa belajar membuat jadwal harian yang
terstruktur bagi anak atau menggunakan bahasa yang sederhana dan jelas saat
memberikan instruksi.
Edukasi juga membantu keluarga mengenali stres atau
frustrasi yang mungkin dirasakan anak, sehingga mereka bisa memberikan dukungan
emosional dan motivasi yang positif.
3. Obat-obatan
Dokter dapat memberikan obat stimulan, seperti
methylphenidate, atau obat non-stimulan, seperti atomoxetine, untuk membantu
menenangkan pikiran dan meningkatkan kemampuan berkonsentrasi.
Penggunaan obat ini harus dipantau dengan saksama oleh
dokter untuk memastikan dosisnya tepat dan mengurangi risiko efek samping,
misalnya sulit tidur atau berkurangnya nafsu makan. Obat biasanya diberikan
jika terapi perilaku saja belum cukup membantu atau bila gejala ADHD cukup
berat dan mengganggu aktivitas sehari-hari.
4. Pendampingan di sekolah
Kerja sama antara orang tua dengan guru sangat penting agar
kebutuhan anak terpenuhi di lingkungan belajar. Misalnya, guru bisa memberikan
waktu lebih lama untuk anak menyelesaikan tugas, menempatkan anak di kursi
depan agar lebih mudah berkonsentrasi, atau membuat aturan khusus yang membantu
anak terlibat dalam pelajaran.
Anak dengan ADHD juga bisa diberikan waktu istirahat singkat
di sela-sela belajar, agar mereka tidak mudah gelisah atau kehilangan fokus.
5. Menciptakan lingkungan yang mendukung
Penting juga untuk mengatur lingkungan di rumah atau sekolah
lebih kondusif bagi penderita ADHD. Misalnya, membuat rutinitas harian yang
jelas dan konsisten, mengurangi suara bising atau gangguan di tempat belajar,
serta menyediakan papan pengingat atau alarm untuk membantu mengingat jadwal.
Selain itu, orang tua dapat menyediakan ruang belajar yang
rapi dan bebas dari benda-benda yang bisa mengalihkan perhatian anak.
6. Latihan bersosialisasi dan keterampilan hidup
Latihan ini meliputi kegiatan yang membantu penderita ADHD
membangun kepercayaan diri serta kemampuan berinteraksi dengan teman sebaya,
seperti belajar menyapa, mendengarkan, atau menunggu giliran bicara.
Penderita ADHD juga bisa dibimbing mengelola waktu,
merapikan barang pribadi, dan melatih kemandirian melakukan tugas sehari-hari,
seperti menyiapkan perlengkapan sekolah atau membantu pekerjaan rumah.
7. Dukungan psikologis
Konseling individu atau keluarga dapat membantu anak dan
orang tua dalam menghadapi stres, kecemasan, atau perasaan minder akibat
tantangan yang dihadapi.
Dengan konseling, penderita ADHD dapat menceritakan
kesulitannya, belajar mengelola emosi, dan mencari solusi bersama seorang
psikolog. Orang tua pun mendapat ruang untuk berbagi pengalaman serta strategi
mengatasi situasi sulit yang muncul sehari-hari.
Risiko atau komplikasi berat akibat terapi ADHD sangat
jarang ditemukan. Namun, gejala yang tidak tertangani dapat berdampak pada
kesulitan di bidang akademik, hubungan sosial, atau meningkatkan risiko
terjadinya gangguan mental lain.
Meskipun ADHD tidak bisa sembuh secara total, penting untuk
dipahami bahwa ADHD merupakan kondisi yang perlu dikelola secara berkelanjutan.
Tujuannya adalah untuk membuka peluang hidup yang lebih bagi penderitanya.
Tentunya, peran keluarga dan lingkungan sekitar sangat
penting untuk meningkatkan kepercayaan diri serta kemampuan adaptasi anak
maupun penderita dewasa. Jika penanganan di rumah dirasa belum cukup efektif,
jangan ragu mencari bantuan profesional. (Alodokter)
Editor: Sianturi

