SALAM PAPUA (TIMIKA) – Asrama SD Yayasan Pendidikan dan
Persekolahan Katolik (YPPK) Seminari Santo Yohanes Pembaptis, yang berlokasi di
Kuala Kencana, SP3 Timika, saat ini menjadi tempat pendidikan dan pembinaan
bagi sekitar 130 anak, mayoritas berasal dari suku Amungme, Kamoro, Moni, Mee,
dan beberapa suku lainnya di wilayah Papua.
Kondisi tersebut terungkap saat Yayasan Pemberdayaan
Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK), selaku pengelola dana kemitraan PT
Freeport Indonesia, melakukan kunjungan ke sekolah dan asrama, Rabu
(30/7/2025).
Rektor Persekolahan Salus Populi, Romo Polikarpus Gunawan
Setyadi SCJ, menjelaskan bahwa pendekatan pendidikan yang diterapkan harus
mempertimbangkan latar belakang para siswa yang sangat beragam, serta kenyataan
bahwa sebagian besar anak berasal dari daerah terpencil dan jauh dari keluarga.
“Anak-anak ini hidup terpisah dari orang tua. Karena itu,
kami mengedepankan pendampingan emosional dan spiritual. Tak jarang ada anak
yang kabur dari asrama, bahkan ada yang dijemput pulang oleh orang tuanya dan
baru kembali sebulan kemudian,” ujarnya.
Romo Polikarpus menekankan bahwa pendidikan karakter dan
spiritualitas menjadi prioritas utama. Hal ini diwujudkan melalui penerapan
kurikulum 3S+1 yang terdiri dari: Sanctitas (pembentukan spiritualitas), Scientia
(pendidikan intelektual), Sanitas (perhatian terhadap kesehatan fisik dan
mental) ditambah satu unsur utama: pendalaman moral.
“Kami ingin membentuk pribadi yang tangguh, berkarakter, dan
siap berkontribusi bagi masyarakat,” tegasnya.
Saat ini, SD YPPK Seminari memiliki sekitar 300 murid dari
kelas 1 hingga kelas 6, dengan 28 siswa lulus pada tahun ajaran 2025, dan 13 di
antaranya telah menyelesaikan masa tinggal di asrama.
Proses pembelajaran didukung oleh 27 guru serta pembina
asrama baik untuk putra maupun putri, dengan pendidikan yang tidak hanya
berfokus pada akademik, namun juga penguatan nilai-nilai agama dan sosial.
Sebagai sekolah Katolik di bawah binaan Keuskupan Timika,
Romo Polikarpus berharap kepemimpinan Uskup yang baru dapat memberikan dukungan
lebih terhadap penerapan dan penguatan kurikulum 3S+1, sehingga bisa berjalan
beriringan dengan Kurikulum Merdeka dari pemerintah.
“Kami berharap Uskup yang baru bisa memberi ruang lebih
untuk memperkuat kurikulum 3S+1 ini, agar lulusan kami tak hanya pintar secara
akademik, tetapi juga memiliki spiritualitas yang dalam, kepedulian sosial, dan
kesiapan untuk berkarya di tengah masyarakat,” harap Romo.
Penulis: Evita
Editor: Sianturi